fbpx
Example 728x250
Breaking NewsJakartaSosial dan Politik

Pilpres Amerika : Mengalisa Peluang Kemenangan Trump Atau Biden Yang Lebih Menguntungkan

500
×

Pilpres Amerika : Mengalisa Peluang Kemenangan Trump Atau Biden Yang Lebih Menguntungkan

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi : Calon Presiden 2020 Amerika Serikat Joe Biden dan Donald Trump

PUTERARIAU.com | JAKARTA – Pemilihan presiden Amerika Serikat sedikit banyak berpengaruh terhadap Indonesia dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada berbagai aspek. Kelanjutan kebijakan luar negeri Amerika Serikat soal perang dagang dengan China dan ketegangan keduanya di Laut China Selatan ditunggu-tunggu oleh negara-negara kawasan.

Sejumlah pengamat di Indonesia meyakini, jika Joe Biden, calon dari Partai Demokrat terpilih, Indonesia akan mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Namun jika sang petahana Donald Trump kembali terpilih, maka kondisi Indonesia relatif tidak banyak berubah, sama seperti empat tahun terakhir.

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah, Nuriyeni Kartika Bintasari mengatakan sejak menjadi wakil dari Presiden Barack Obama, Biden telah membuktikan bahwa dirinya adalah seorang globalis. Dia bisa menjaga hubungan baik dengan negara-negara lain di berbagai kawasan.

Hal ini bisa menjadi peluang Indonesia untuk bergabung dalam kerja sama multilateral yang diinisiasi oleh AS, seperti Trans Pacific Partnership (TPP). Demikian juga inisiatif perdagangan lain baik di tingkat Asia Tenggara, Asia maupun global menjadi lebih terbuka dan membuat perekonomian menjadi semakin kuat dan mapan.

“Biden akan lebih kondusif untuk memperkuat kembali inisiatif multilateral trade, non-tariff policy dan prinsip-prinsip perdagangan bebas lainnya, dibandingkan dengan Trump,” ujar Nuriyeni pada Anadolu Agency, Selasa.

Biden menurut Nuriyeni akan kembali membawa sense of multilateralism serta good diplomacy conduct serta membawa Amerika Serikat kembali menjadi warga dunia yang baik. Amerika Serikat diyakini akan kembali bergabung dalam WHO dan perjanjian multilateral yang ditinggalkan selama masa kepresidenan Trump, ujar Nuriyeni.

“Tapi jika Trump yang terpilih, maka tidak akan banyak perubahan untuk Indonesia, sama seperti empat tahun terakhir,” ujar dia.

“Praktik diplomasi dan politik luar negeri AS pada masa Presiden Trump menurut beberapa ahli lebih ‘volatile’ dan ‘hawkish’ dibanding Presiden Obama. Ini membuat Indonesia lebih berhati-hati dalam berinteraksi dengan AS.”

Peneliti Institute for Development on Economic and Finance (Indef) Bhima Yudistira mengatakan sejauh ini proteksionisme Trump telah banyak merugikan kepentingan Indonesia.

Perang dagangnya dengan China telah membuat barang-barang asal Indonesia kesulitan masuk ke pasar AS. Ulah Trump juga banyak menimbulkan ketidakstabilan global, sehingga mengganggu perdagangan bilateral maupun multilateral.

Calon Presiden Amerika Serikat 2020 Joe Biden

Sementara Biden, menurut Bhima lebih berpengalaman menjalin hubungan multilateral yang produktif. Tensi perang dagang akan berkurang dan perselisihan dagang akan diselesaikan lewat saluran yang tersedia, ujar dia.

Pilpres kali ini, Biden diunggulkan untuk memenangi pertarungan pada hampir semua jajak pendapat. Trump diprediksi hanya menang pada 21 negara bagian, sementara sisanya dikuasai Biden. Namun Trump tidak bisa dibilang sudah kalah. Empat tahun lalu dia juga kalah dalam jajak pendapat saat melawan Hilary Clinton, tapi buktinya dia yang melenggang ke Gedung Putih.

Konfrontasi terhadap China berlanjut?

Jika terpilih, Biden diprediksi akan menormalisasi hubungan Amerika dengan China. Namun, para ahli sependapat bahwa hubungan AS-China akan tetap diwarnai perselisihan, meskipun Biden terpilih menjadi presiden. Ini karena China adalah kekuatan yang sedang mengalami pasang naik di segala bidang, mengancam dominasi AS, tak peduli siapapun presidennya.

Sementara Amerika Serikat akan terus menentang klaim teritorial China, seperti di Laut Cina Selatan, Kepulauan Senkaku/Diaoyu, dan Taiwan.

“Trump lebih tegas untuk isu Laut China Selatan. Dia lebih tegas dibanding Biden untuk mengkritik, memprotes maupun melakukan ‘deterrence’ jika China melakukan hal-hal yang dipandang intimidatif di kawasan itu,” ujar Nuriyeni.

Petahana Presiden Amerika Serikat Donald Trump

“AS telah lama mempertahankan kehadiran kekuatan militernya di Laut China Selatan untuk menjaga wilayah dan melindungi aliansinya dengan negara-negara selain China yang memiliki klaim terhadap perairan tersebut.”

Pengamat Hubungan Internasional yang juga Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerja sama Internasional Muhammadiyah Wahid Ridwan juga berpendapat sama. Amerika mempunyai kepentingan strategis baik dari sisi ekonomi maupun keamanan di Laut China Selatan. Oleh karena itu, kata Ridwan, baik Biden maupun Trump akan tetap melakukan konfrontasi dengan China untuk mengamankan kawasan tersebut jika terpilih menjadi presiden.

“Bila sudah menyangkut kepentingan nasional di luar negeri, dua calon presiden baik Trump maupun Biden mempunyai pandangan serupa,” ujar mantan staff Kedubes AS di Jakarta ini kepada Anadolu Agency.

Ridwan juga melihat baik Trump dan Biden tetap akan menjadikan ASEAN sebagai mitra kebijakan regional, termasuk menekankan hubungan strategis dengan Indonesia.

“Meski bagi AS, cukup pegang Indonesia, dia bisa kontrol ASEAN,” ujar dia.

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Paramadina, Jakarta Dinna Prapto Raharja mengatakan Biden maupun Trump sama-sama mengedepankan prinsip free and open Indo-pacific. Artinya konsep geopolitik kawasan yang bebas dari pengaruh China termasuk dari upaya melakukan restriksi navigasi bebas di perairan Laut China Selatan, ujar Dinna.

Biden, menurut Dinna lebih paham tentang ASEAN dibanding Trump, termasuk kerja sama dan bentuk kemitraan yang tepat diterapkan untuk kawasan ini.

“Jika Biden (terpilih), komunikasi ke ASEAN akan terbuka, sehingga jalur penekan ke China di Laut China Selatan via diplomasi bisa lebih kuat,” ujar dia.

Tapi, meski Biden menang, situasi di kawasan ini bukan berarti akan adem – ayem, kata Dinna.

Menurut Dinna jika kesepakatan AS dan para sekutunya di kawasan terjadi, bisa jadi justru posisi Indonesia dan konsep Indo-Pacific akan tersudut. Khususnya bila Biden mendadak tidak sabar terhadap Xi Jinping atau Xi menjadi lebih agresif.

“Jika Biden menang, maka 1-2 tahun ke depan perhatiannya akan tersedot ke urusan dalam negeri. Kecuali China melakukan first move yang sangat mengganggu, maka kawasan kita masih akan status quo seperti sekarang,” ujar dia.

Peluang negara-negara Asia Tenggara

Michael A Witt, Professor Strategi dan Bisnis Internasional, International Business at Institute Europeen d’Administration Affaires (Insead) juga mengatakan hubungan Amerika dan China masih akan diliputi perseteruan meski Biden memenangi Pilpres.

Namun, dalam mempertahankan kepentingannya melawan China, Biden kemungkinan besar akan kembali ke kebijakan luar negeri yang tidak terlalu konfrontatif berhadapan dengan sekutu. Alih – alih memusuhi mereka, Biden kemungkinan akan berupaya melibatkan mereka kembali membangun koalisi untuk mendukung AS.

Menurut dia, strategi ini seharusnya memberi banyak keuntungan bagi negara-negara ASEAN. Misalnya, Amerika Serikat dapat menawarkan skema perdagangan bebas dan meningkatkan kerja sama militer kepada mitranya di kawasan.

“Ada potensi bagi negara-negara ASEAN “mengadu domba” China dan Amerika Serikat untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar bagi diri mereka sendiri,” ujar dia dalam siaran pers.

Proses ini menurut dia sudah dimulai di hari-hari terakhir pemerintahan Trump, misalnya dengan pencabutan larangan visa AS terhadap Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

“Biden mungkin akan menjadikan penahanan massal minoritas Uighur di China sebagai masalah kebijakan luar negeri. Sumber gesekan ekonomi juga akan tetap ada, seperti masalah seputar akses pasar dan dukungan negara terhadap perusahaan China,” ujar dia.

sumber : Anadolu Agency

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *