PUTERARIAU.com | SULAWESI SELATAN – Ririn Indrianti Amran (10), warga Dusun Romang Bone, Desa Bori Matangkasa, Kecamatan Bajeng Barat, Gowa, tiba-tiba tak bisa melihat. Raut wajah Ririn, terlihat murung, tidak ada ekspresi bahagia dari wajah bocah kelas 6 SD ini. Pasalnya, kedua bola matanya tidak bisa melihat jelas. Bahkan keindahan dunia ini tidak mampu lagi dia tatap dengan mata cantiknya itu.
Ririn, sapaan akrabnya, mengalami kebutaan sejak empat hari lalu itu awalnya merasa pusing dan penglihatannya kabur usai bermain bersama teman sebayanya di sekitar rumahnya, Sabtu (14/11/2020) lalu.
Ia pun memberitahukan kakeknya yang pada saat itu juga berada di lokasi. . Nenek Ririn, Sataria Daeng Nganne (46), mengatakan awalnya Ririn bermain bersama teman-temannya. Ririn mengeluh pusing dan penglihatannya kabur, setelah itu Ririn pulang ke rumahnya yang tak jauh dari tempatnya bermain.
“Kebetulan disana tempatnya main. Ada juga kakeknya, baru dia bilang sakit kepala dan disuruh mi pulang istirahat. Kejadiannya Sabtu sore,” ujar nenek Ririn, Sataria Daeng Nganne, Kamis (19/11/2020).
Sesampainya di rumah, Ririn mulai beristirahat dan memejamkan mata di dalam kamar tidurnya. Keesokkan harinya pada saat dia bangun pagi, Ririn mulai tidak bisa melihat pada mata sebelah kiri.
“Awalnya mata sebelah kiri yang tidak bisa melihat. Pas bangun pagi tidak bisa mi melihat kedua matanya, dia bilang sebelumnya masih ada ji na lihat bayangan tapi pas bangun pagi tidak bisa mi lihat apa-apa,” ucap Ririn.
Hari Minggu, kata Sataria, Ririn dibawa ke dokter praktek untuk medapatkan perawatan medis.
“Hari Senin dibawa lagi ke rumah sakit sampai sekarang. Dari hasil pemeriksaan sementara kemungkinan kata dokter ada tumor atau benjolan. Tapi kita masih tunggu hasilnya lagi,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, selama proses medis cucunya menggunakan biaya umum karena tak memiliki BPJS.
“Awalnya sebelah kiri yang tidak bisa melihat lalu menjalar ke mata kanan. Kata dokter, mata kiri yang parah,” tambahnya saat di rumahnya.
Entah mengapa cobaan seperti itu harus dialami Ririn di usianya masih harus mengenyam dunia pendidikan, yang kini harus kandas akibat kedua bola matanya yang tak lagi bisa melihat.
Menurut Sataria, dia menduga salah satu penyebab cucunya tak bisa melihat karena efek radiasi handphone yang biasa dia gunakanselama ikut sistem belajar secara daring atau online.
“Sepertinya karena radiasi ponsel saat belajar online. Kalau belajar di HP dari jam 8 pagi sampai 12 siang. Sudah belajar biasa dia main tapi tidak bawa ji HP, dia simpan di rumah,” ungkapnya.
Hingga saat ini rumah anak kedua dari pasangan Amran Jafar (40 tahun) dan Sarianti (36 tahun) ini tidak pernah sepi dari perhatian warga sekitar. Mereka datang untuk melihat kondisi Ririn yang harus mengalami kebutaan diusianya yang masih anak – anak itu.
Saat Ririn hendak beranjak dari tempatnya duduk atau berbaring, Dia mesti dipandu oleh ibu, ayah, atau neneknya yang tinggal dalam serumah. Bahkan saat ke kamar mandi pun, Ririn mesti dipandu dan ditemani sampai ke dalam. Mereka khawatir, kebutaan yang dialami anaknya, akan membuatnya celaka di dalam kamar tersebut.
Kebutaan yang menimpa Indrianti Amran atau Ririn, 10, telah sampai ke telinga Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Gowa.
Terkait dugaan Ririn mengalami kebutaan akibat radiasi ponsel selam mengikuti belajar online di masa pandemi Covid-19, Kepala Disdik Gowa, Salam, mengaku belum bisa berbicara banyak soal peristiwa tersebut. Dugaan akibat efek belajar online masih perlu dicari kebenarannya.
“Saya ini baru minta informil dari Koordinator Wilayah saya di sana. Saya perlihatkan, ini dia,” kata Salam sambil menunjukkan pesan singkatnya
Durasi waktu saat ia menggunakan ponsel saat belajar online dirasa tak berlebihan. Hanya dipakai pada saat belajar online dan sekadar bermain game. Itu pun hanya sebentar.
“Ada itu terjadi pak. Tapi saya baru mau ke rumahnya ini. Jadi belum ada info yang saya bisa berikan soal penyebabnya. Belum bisa. Iya (selidiki ke rumahnya),” sambung dia, Jumat (20/11/2020).[*/f]