PUTERARIAU.com | JAKARTA — Setelah adanya berita operasi tangkap tangan (OTT) terhadap beberapa pejabat di Kementerian Sosial, Menteri Sosial Juliari P Barubara menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada Minggu (6/12/2020) sekitar pukul 02.45 WIB.
Dikutip dari Antara, Juliari yang terlihat mengenakan jaket warna hitam terlihat hanya melambaikan tangan saat akan dikonfirmasi dan langsung naik melalui tangga menuju ruang pemeriksaan di lantai 2 Gedung KPK.

Setelah dilakukan penyidikan, KPK menetapkan Mentari Sosial Juliari P Batubara sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan bansos Covid-19 untuk Jabodetabek. Penetapan menteri dari PDIP tersebut sangat mengejutkan, dan menjadikannya menteri kedua dalam pemerintahan Jokowi yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Pasalnya, Juliari sempat menyatakan komitmennya untuk memberantas korupsi, khususnya di lingkungan Kementerian Sosial.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, perkara tersebut diawali dengan adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan 2 periode.
Menteri Sosial Juliari Batubara menunjuk Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan. Diduga, disepakati dan ditetapkan adanya fee dari setiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
“Juliari selaku Menteri Sosial menunjuk MJS dan AW sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan,” kata Firli.

Dalam OTT yang dilakukan KPK pada Sabtu (5/12/2020) terungkap Juliari diduga meminta fee dari setiap paket sembako yang akan diberikan kepada masyarakat. Ia diduga menerima uang dengan total Rp8,2 miliar pada periode pertama. Uang itu diterima Juliari melalui PPK Kemensos MJS dan AW. Untuk fee, disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai paket Bansos sebesar Rp300 ribu. Selanjutnya, pada bulan Mei hingga November 2020 MJS dan AW membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan.
“Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada Juliari melalui AW dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar,” ungkap Firli, Minggu (6/12/2020).

Pihak yang menjadi rekanan dalam program bansos tersebut yakni Ardian IM (AIM), Harry Sidabuke (HS) dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus. Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan diduga diketahui Juliari Batubara dan disetujui oleh AW.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 hingga Desember 2020 sejumlah Rp8,8 miliar yang diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari Batubara.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan Juliari diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” jelas Firli.
Firli melanjutkan, bila merujuk Pasal 12 UU Tipikor, Juliari bisa dipidana dengan ancaman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling rendah 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Selain itu, denda pidana maksimal Rp1 miliar.[son]