fbpx
Example 728x250
Breaking NewsJakartaNasional

RUU Omnibus law dan Virus Corona, Pihak Asing Bakal Kuasai Ekonomi Indonesia

760
×

RUU Omnibus law dan Virus Corona, Pihak Asing Bakal Kuasai Ekonomi Indonesia

Sebarkan artikel ini

Jakarta, (PR)

Bank Dunia memberikan berbagai masukan kepada Pemerintah Indonesia terkait kondisi perekonomian tanah Air saat ini. Khususnya dalam menghadapi tekanan wabah virus corona atau covid-19 hingga implementasi Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker).

Menurut pengamat kebijakan publik, Wibisono mengatakan bahwa masukan itu disampaikan saat berdiskusi dengan Menteri Kordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dari sisi wabah virus corona, Bank Dunia ingin Indonesia bisa menyiapkan berbagai kelengkapan medis untuk menyelesaikan permasalahan virus di dalam negeri.

“Indonesia seperti negara lain juga bermasalah dengan coronavirus. Ini menjadi perhatian utama dan harapannya ada kesiapan di health care sector,” ungkap Airlangga, Jumat pekan lalu (6/3).

Kemudian terkait omnibus law, mengklaim bahwa Bank Dunia mendukung Indonesia untuk segera mengimplementasikan kebijakan tersebut. Sebab, kebijakan itu diharapkan bisa menjadi jurus untuk memperbaiki struktur ekonomi nasional kedepan.

Sedangkan Wibisono menyoroti sejumlah ketentuan dalam beleid RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diajukan Pemerintahan Presiden Joko Widodo kepada DPR perlu disosialisasikan ke masyarakat dan dikaji ulang. Ketua Pembina ABI (Advocat Bangsa Indonesia) ini mengatakan, RUU tersebut sarat akan pelanggaran hak asasi manusia.

Lanjut Wibi ada beberapa poin yang perlu dijadikan perhatian bagi Pemerintah di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang meliputi proses penyusunan dan substansial RUU.

“Secara penyusunan Pemerintah mengklaim telah membuka akses kepada masyarakat di dalam membaca draft resmi Omnibus Law, termasuk memasukkannya di dalam situs Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, faktanya hal itu tidak ada,” ujar Wibi pada Putera Riau, Kamis (12/3).

“Banyak masyarakat tidak punya dokumen itu dan belum ada sosialisasi, bagaimana investasi bisa memenuhi standar hak asasi ?,” tandas Wibi.

Tak hanya itu, kata Wibi bahwa Pemerintah juga mengklaim telah melibatkan 14 Serikat Pekerja di dalam tim kordinasi pembahasan RUU Omnibus Law. Akan tetapi, hal itu tidak ada terjadi. Seluruh organisasi tersebut ditambah organisasi jurnalis menyatakan tidak pernah dilibatkan.

“Partisipasi publik di dalam menentukan kebijakan Pemerintah sangat penting menurut perspektif hak asasi manusia. Hal itu karena hukum-hukum internasional mengatur demikian,” ulasnya.

Dia mencontohkan dalam pasal 25 Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Paragraf 5 komentar umum nomor 25 tahun 1996 menyebutkan bahwa hukum menjamin hak warga negara untuk berpartisipasi dalam urusan publik, terutama dalam pembuatan dan implementasi kebijakan.

“RUU Omnibus ini saya kira melanggar prinsip. Tidak melibatkan partisipasi publik, bahkan belakangan kita catat banyak serikat buruh yang mulai diintimidasi. Mereka punya hak untuk berpartisipasi dan butuh partisipasi,” terang Wibi.

Dan substansial RUU Omnibus Law hendak melakukan penghapusan pada sejumlah ketentuan. Hal itu bisa dilihat lagi dalam beberapa hal berikut.

Pertama, menghapus Pasal 59 UU ketenagakerjaan yang mengatur periode maksimal pemberlakuan perjanjian kerja waktu tertentu menjadi tidak tertentu.

Kedua, RUU tersebut juga ingin membolehkan pengusaha memberlakukan waktu jam kerja melebihi waktu per minggu atau 8 jam sehari untuk sektor pekerjaan tertentu.

Ketiga, RUU Omnibus Law akan mengubah tentang ketentuan pengupahan dan peniadaan upah minimum di tingkat kota sebagai acuan upah minimum pekerja dan mengubahnya menjadi berdasarkan tingkat Provinsi.

Sedangkan masalah pengelolaan aset negara oleh asing, Wibisono mengingatkan resiko kebijakan Presiden Joko Widodo yang mengizinkan asing mengelola aset negara bisa menjadi bumerang. Salah satunya, pengambilalihan sepenuhnya aset negara oleh asing dalam jangka panjang.

“Kalau sudah begitu, hak-hak generasi yang akan datang bakal terancam,” kata Wibi.

Tak cuma itu, asing berpeluang kerja sama dengan oknum pemerintahan untuk memiliki aset negara secara permanen. “Ada potensi dijual dan penyalahgunaan wewenang,” imbuhnya.

Karenanya, Pemerintah diminta untuk benar-benar menyeleksi pihak-pihak asing mana saja yang boleh mengelola aset-aset negara tertentu. Ia menyarankan agar aset yang dikelola oleh asing seminim mungkin.

“Jangan sampai, pemerintah asal-asalan memberikan hak pengelolaan, tidak semua bisa dikelola asing. Kalau menyangkut hajat hidup orang banyak, jangan, misalkan sektor energi dan mineral,” jelasnya.

“Adapun, proyek-proyek infrastruktur yang diizinkan untuk dikelola oleh badan usaha, termasuk asing, seperti infrastruktur transportasi. Antara lain, sumber daya air, air minum, sistem pengelolaan air limbah, sistem pengelolaan sampah, ketenagalistrikan, telekomunikasi dan informatika, minyak, dan gas bumi, ini jelas memprihatinkan,” pungkas Wibi. (beni/pr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *