PUTERA RIAU – Dalam rangka melakukan sosialisasi ke seluruh kabupaten/kota di Riau, Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Riau menyambangi Komisi III DPRD Pekanbaru, Senin (17/2/2020) siang. Dari audiensi yang dilakukan, ternyata masih banyak persoalan yang dihadapi pihak rumah sakit, salah satunya terkait masih belum maksimalnya pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat serta kontrak kerjasama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan.
Badan Pengawas Rumah Sakit merupakan sebuah badan struktural yang bersifat independent, serta bertugas sebagai pembinaan dan pengawasan non teknis terhadap rumah sakit secara eksternal yang bersifat non teknis. BPRS Riau mengklaim memiliki kewenangan untuk melakukan sidak ke sejumlah rumah sakit guna menindaklanjuti sejumlah laporan atau keluhan yang disampaikan masyarakat.
Rapat audiensi bersama Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Riau ini dipimpin Ketua Komisi III DPRD Pekanbaru Yasser Hamidy didampingi Wakil Ketua Evan. Selain itu, juga hadir anggota Komisi III lainnya seperti Kartini, Tarmizi Muhammad, Zulkarnain, Pangkat Purba, Heri Kawin Hutasoit, Irman Sasrianto, Jepta dan Suherman.
Kemudian RS Madani Pekanbaru sudah 2 tahun beroperasi namun belum memiliki akreditasi dan tidak melayani pasien BPJS Kesehatan, distribusi letak rumah sakit yang kurang merata di Pekanbaru, dan regulator di RS tidak paham tentang regulasi kesehatan karena berasal dari latar belakang yang tidak sesuai.
Ketua BPRS Riau, Aznan Wahyudi mengungkapkan, untuk Provinsi Riau sendiri terdapat sebanyak 73 rumah sakit yang tersebar di 12 Kabupaten-Kota se Riau. Sedangkan untuk Kota Pekanbaru, terdapat sebanyak 31 rumah sakit yakni RS swasta 23 unit dan RS pemerintahan sebanyak 8 unit.
“Dari 31 rumah sakit yang ada di Pekanbaru, 23 diantaranya merupakan RS umum, 1 RS Jiwa, 5 RS Ibu dan Anak serta 2 RS Mata. Dari 31 total RS yang ada, 24 diantaranya telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Sedangkan 7 RS lainnya masih belum bergabung dengan BPJS kesehatan seperti RS Unri dan RS Madani Pekanbaru, yang notabenenya merupakan milik pemerintah. Kita sudah surati Gubernur dan Walikota, karena rumah sakit pemerintahan memang wajib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Masak uang rakyat sudah dikucurkan sekian miliar rupiah setiap bulannya, tapi masyarakat justru tidak bisa menikmatinya,” ungkap Aznan.
“Kita berharap, sosialisasi terkait tupoksi dari BPRS Riau ini bisa terus dilakukan karena selama ini masyarakat taunya hanya melapor ke kita untuk masalah kesehatan. Padahal, BPRS Riau juga memiliki kewenangan lebih besar. Jika pelayanan kesehatan yang diberikan pihak rumah sakit sudah maksimal, maka jumlah pasien yang berobat keluar negeri pasti akan jauh berkurang. Sedangkan kita sendiri, sudah memiliki 2 rumah sakit bertaraf internasional yakni RS Awal Bros Sudirman dan Eka Hospital. Pekanbaru sudah harus bisa mengambil kesempatan ini, kan nantinya bisa kita kembangkan sebagai daerah destinasi wisata kesehatan,” pungkas Yasser Hamidy.
Selain kompleks-nya persoalan yang dihadapi pihak rumah sakit, berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPRS Riau ternyata masih banyak perbaikan yang harus dilakukan oleh rumah sakit yang ada di Pekanbaru ataupun Riau pada umumnya. Diantaranya, pembayaran insentif pajak yang menunggak, minimnya tempat bermain anak, minimnya perlindungan asuransi prosesi serta masih banyaknya RS yang tidak memiliki konsultan hukum. (ADV)