Polemik kenaikan Iuran BPJS akhir-akhir ini menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pemerintah pun kembali menaikkan Iuran BPJS Kesehatan di tengah Pandemi Virus Corona.
Dalam Perpres nomer 64 tahun 2020 tersebut, disebutkan jika Iuran BPJS Kesehatan Kelas I naik menjadi Rp150.000 dan Kelas II naik menjadi Rp100.000. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut berlaku mulai 1 Juli 2020. Adapun untuk kelas III yang menjadi Rp35.000 baru akan naik pada 2021.
Apa yang salah dengan BPJS ? Menurut pengamat kebijakan publik, Wibisono mengatakan bahwa BPJS ini memang sejak awal salah secara konsep, penyiapan dan implementasinya.
“Konsep ini salah jika meniru cara beberapa negara Skandinavia yang akan memberi proteksi kepada seluruh rakyat tanpa tertib iuran yang ketat di tengah masyarakat yang status sosial ekonominya beragam dari kaya banget sampai miskin banget,” ujar Wibisono, Sabtu (16/5/2020).
Dikatakan bahwa sudah bisa diprediksi jika penarikan iuran akan gagal, meski tujuannya baik yakni gotong royong. BPJS tidak bisa meniru asuransi swasta yang ada pembatasan jenis penyakit yang ditanggung sesuai premisnya. Jadi bisa diprediksi pasti akan kacau dalam pelaksanaannya.
BPJS mudah diprediksi kalau bakal defisit,l. Kemudian dalam persiapan harus bertahap dan baru bisa dilakukan di tahun 2025 ke atas.
“Kalau dilihat untuk penyiapan Rumah Sakit, paramedis, dan infrastruktur pegawai serta birokrasi BPJS yang bakal menelan ongkos besar. Apalagi di indonesia serba bisa dimanfaatkan untuk korupsi atas nama rakyat baik oleh Rumah Sakit, pabrik obat, sampai aparatur di BPJS lewat klaim, mark up, gaji, tunjangan dan sebagainya,” ulas Wibi.
Selanjutnya implementasi juga lemah karena miskin pengawasan, kontrol, evaluasi dan audit. Ini memberi peluang pada beragam perilaku korup. Dan lucunya semua orang serba ingin gratis dan murah, tapi semua jenis penyakit bisa dicover. Edukasi masih lemah sampai dijadikan propaganda politik.
“Saya berharap pemerintah bersama sama DPR mengkaji ulang konsep BPJS ini, kalau memang ingin membantu rakyat dengan jaminan kesehatan sebaiknya mencari konsep yang tepat,” pungkas Wibi. (beni/pr)