Selat Panjang, (puterariau.com)
Akhir-akhir ini masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti pada umumnya dan para pelaku usaha galangan perkapalan sangat mengeluhkan dengan sulitnya untuk mendapatkan bahan baku berupa kayu olahan yang mereka butuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kabupaten Kepulauan Meranti dalam historynya merupakan salah satu Kabupaten penghasil kayu olahan, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya perumahan masyarakat dan hasil pembuatan kapal-kapal yang berkapasitas ratusan ton yang bahan bakunya berasal dari kayu-kayu olahan.
Disamping menjadi kebutuhan pokok untuk membangun rumah tempat tinggal, pembangunan rumah-rumah ibadah baik dikota maupun dipedesaan,pembuatan peti mati dan lain sebagainya, kayu olahan tersebut juga sangat dibutuhkan untuk galangan pembuatan kapal,bahan baku kayu juga bisa menjadi mata pencaharian masyarakat tempatan untuk diolah dan diperjual-belikan di tengah masyarakat lokal.
Terkhusus dalam pembuatan kapal, para pelaku galangan perkapalan banyak menyerap tenaga kerja lokal sebagai tukang atau para pembuat kapal yang bisa menghidupi kebutuhan masyarakat kecil.
Dari pantauan awak media ini di lapangan Senin (4/6/2018), ada sebanyak kurang lebih 25 galangan kapal yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Meranti yang menyerap ribuan tenaga kerja yang rata-rata para tukang atau pekerja tersebut sudah memiliki keluarga. Dapat dibayangkan berapa banyak perut masyarakat yang terisi dari satu sisi mata pencaharian sebagai tukang atau para pembuat kapal dan belum lagi sebagai tukang bangunan lainya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Nawi, salah seorang pelaku usaha galangan perkapalan kepada awak media ini, ia sebagai pelaku usaha galangan kapal, akhir-akhir ini sangat sulit untuk mendapatkan bahan baku kayu olahan untuk dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan kapal.
“Banyak para pekerja kami yang menganggur yang disebabkan tidak adanya pasokan kayu untuk membuat kapal, sehingga mereka sulit untuk mendapatkan rezeki dalam memenuhi kebutuhan hajat hidup anak istri mereka di rumah karena hampir setiap hari para pekerja saya mengeluhkan akan hal itu, saya tidak bisa berbuat banyak,dan hanya bisa menarik nafas,” katanya.
Sebagai pelaku usaha galangan perkapalan, ia selalu siap dan patuh kepada pemerintah, jika ada aturan yang bisa diterapkan dan sebagai pedoman dalam menjalankan usaha, ia akan selalu siap mengikuti aturan dan mekanismenya.
Di tempat terpisah, awak media ini juga sempat melakukan wawancara ke beberapa tukang atau kuli bangunan. Hal senada juga mereka keluhkan dengan semakin sulitnya mereka untuk mendapatkan rezeki untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup anak istri mereka.
“Kami hanya pekerja kasar yang hanya tamat sekolah dasar, bahkan ada yang tidak bersekolah. Kami hanya tau bertukang, jika kayu-kayu sulit untuk didapat, maka kami tidak bisa lagi untuk bekerja dan mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami, anak-anak kami butuh uang untuk bersekolah, biarlah kami selaku orang tua tidak dapat sekolah tinggi, tapi kami bertekad untuk menyekolahkan anak-anak kami, agar kelak mereka nantinya tidak bernasib sama seperti kami,” tuturnya.
Para pelaku usaha galangan kapal dan para pekerja tukang atau kuli bangunan sangat mengharapkan kepada pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dan juga kepada instansi penegak hukum lainya kiranya bisa melihat nasib mereka sebagai orang kecil.
“Carikanlah solusi buat kami, jangan biarkan kami terus berada di ambang kemiskinan, karena kami juga butuh kehidupan yang layak seperti mereka yang nasibnya tidak sama seperti kami ini. Jangan biarkan anak istri kami kelaparan dan tidak bisa menyekolahkan anak-anak kami. Kami sangat mengharapkan perhatian dan uluran tangan dari para pemangku kebijakan dan pembesar negeri ini,” harapnya.
Memang sangat ironis, jika Kabupaten Kepulauan Meranti yang merupakan salah satu penghasil kayu-kayu olahan, tapi sangat sulit untuk didapatkan. Kemana kayu itu selama ini ? Siapa yang menikmati ? (agus/dyl)