Taluk Kuantan, (PR)
Sanggahan salah seorang tersangka atas pemberitaan di media online goriau.com yang terbit pada Rabu tanggal 1 April 2020 mengatakan bahwa Kejari dalam mengusut dugaan korupsi tersebut menggunakan jasa akuntan negara dimana kerugian negara mencapai 10,4 M. Kemudian para tersangka mengembalikan kerugian negara senilai Rp 2,9 M lebih.
Sementara menurut tersangka apa yang disangkaan Kajari itu tidak benar ada, karena uang yang Rp 2,9 M tersebut bukan tersangka yang mengembalikan. “Apalagi akuntan negara mendapatkan tugas sama sekali tersangka tidak ada menyetor, apa yang dikatakan Kejari semuanya ngawur,” ungkapnya.
Di tempat terpisah, awak media mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Taluk Kuantan untuk konfirmasi. Setelah mengisi buku tamu dan menunggu sesaat antrian, ternyata dari petugas penerima tamu mengatakan bahwa Kajari tidak ada di tempat, meskipun mobil dinas Kajari ada di parkir depan kantor Kejaksaan.
Sebagai informasi, sebelumnya masuk ke Kantor Kejaksaan, awak media sudah bertanya lebih dahulu pada security. Mereka mengatakan bahwa Kajari ada di kantor. Nah, lho….
Kajari Kuansing diduga menghambat kinerja pers sesuai dengan Undang-Undang kebebasan pers di Indonesia yang lahir setelah Orde Baru tumbang pada 1998 dan munculnya pasal 28F UUD 1945, melalui amandemen kedua, yang berbunyi,” setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan mengungkapkan segala jenis saluran yang tersedia. (lydia/rdr/pr)