
JAKARTA, PUTERARIAU.COM — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah resmi mengesahkan Rancangan Undang – Undang Cipta Kerja (Omnibus Law Ciptaker) menjadi undang – undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Masa Sidang IV tahun 2020 – 2021 yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020) sore.
Sebelumnya, Pemerintah bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memang telah menyepakati substansi Rancangan Undang – Undang (RUU) Cipta Kerja dalam Rapat Kerja Panja, Sabtu (3/10/2020) di Jakarta. Hasilnya, tujuh fraksi setuju RUU Cipta Kerja disahkan menjadi undang – undang. Sementara Fraksi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat menyatakan menolak RUU Cipta Kerja untuk disahkan.
Rapat Paripurna ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin menanyakan persetujuan anggota dewan yang hadir dalam forum tersebut. “Perlu kami sampaikan, berdasarkan yang telah kita simak bersama. Sekali lagi saya memohon persetujuan dalam forum rapat paripurna ini, apa bisa disepakati?” Tanya Aziz.
“Setuju,” dijawab serentak oleh anggota DPR yang hadir, dan diikuti ketukan palu oleh Aziz tanda regulasi sapu jagat itu telah disahkan menjadi undang – undang.
Dalam proses Paripurna di DPR memang sempat menimbulkan perdebatan, salah satunya dari pandangan fraksi – fraksi yang hadir.
Benny K Harman, dari Fraksi Demokrat meminta agar para fraksi menyampaikan pandangannya terlebih dahulu, dengan tujuan agar masyarakat dapat mengetahui alasan Fraksi Demokrat menolak RUU ini menjadi UU.
Hal tersebut disetujui oleh pimpinan DPR agar setiap Fraksi menyampaikan pandangannya. Ada sejumlah poin yang telah disetujui selama pembahasan RUU Cipta Kerja. Beberapa diantaranya terkait pesangon, upah minimum, jaminan kehilangan pekerjaan.
Terkait Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), pemerintah dan DPR juga sepakat untuk tetap dijalankan dengan syarat tertentu. UMK juga tetap ada dan menyesuaikan inflasi dan tidak dikelompokkan secara sektoral.
Poin lain yang juga disetujui dalam rapat paripurna yakni soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Kecelakaan Kerja. Semua hal tersebut pada intinya disetujui untuk tetap disubsidi melalui upah dengan menggunakan data BPJS Ketenagakerjaan.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) sekaligus Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja Supratman Andi Agtas menegaskan, RUU Cipta Kerja tidak akan menghilangkan hak cuti haid dan hamil. Selain itu, persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) tetap diatur dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Sebelum mengakhiri laporan ini, izinkan kami menyampaikan terima kasih kepada semua anggota Badan Legislasi yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang – Undang tentang Cipta Kerja ini,” ujar Supratman.
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR Marwan Cik Asan menegaskan bahwa fraksinya menolak RUU Cipta Kerja disetujui menjadi Undang – Undang. “Ada lima catatan penting Fraksi Demokrat terkait RUU tersebut :
Pertama, sejak awal fraksi menilai tidak ada urgensi RUU Cipta Kerja ditengah krisis pandemi Covid-19. Menurut Marwan, seharusnya prioritas negara saat ini adalah mengatasi pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi Indonesia.
Kedua, RUU ini berdampak luas atau Omnibus Law sehingga perlu dibahas secara hati – hati dan mendalam termasuk hal fundamental.
Ketiga, RUU Cipta Kerja diharapkan bisa mendorong investasi dan menggerakkan ekonomi nasional namun justru hak pekerja terpinggirkan.
Keempat, RUU tersebut mencerminkan bergesernya semangat Pancasila khususnya sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang bergeser ke arah ekonomi kapitalistik dan neoliberalistik.
Kelima, kami menilai ada cacat prosedur dalam pembahasan RUU Cipta Kerja karena pembahasan pada poin – poin krusial tidak transparan dan tidak melibatkan pekerja dan masyarakat sipil,” jelas Marwan.
Rapat Paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja juga diwarnai langkah walk out (WO) dari Fraksi Partai Demokrat. Alasannya, fraksi partai berlogo bintang Mercy itu tak diizinkan untuk menyampaikan penolakan terhadap RUU tersebut.
Kejadian ini bermula ketika anggota Fraksi Partai Demokrasi Benny K Harman yang ingin menginterupsi Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin, perihal pengambilan keputusan tingkat II RUU Cipta Kerja. Namun, Aziz tak mengizinkannya dan meminta agar hal tersebut dilakukan setelah pandangan dari pemerintah.
“Interupsi akan kita terima setelah pandangan dari pemerintah,” tegas Aziz di Ruang Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020).
Benny kemudian meminta waktu satu menit untuk menyampaikan pandangannya. Namun, Aziz meminta agar pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto untuk terlebih dahulu menyampaikan pandangannya.
“Kalau demikian kami Fraksi Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab,” ujar Benny yang kemudian meninggalkan ruang rapat, diikuti oleh anggota Fraksi Demokrat lainnya.
sumber : republika.co.id