fbpx
Example 728x250
Breaking NewsHedalineKamparKriminalLalu Lintas dan POLRINasionalRiauSeputar Indonesia

Dugaan Permainan HGU, Pemuda dan Mahasiswa Minta Pemerintah Usut Tuntas dan Berikan Hak Atas Tanah Buat Masyarakat Kampar

1008
×

Dugaan Permainan HGU, Pemuda dan Mahasiswa Minta Pemerintah Usut Tuntas dan Berikan Hak Atas Tanah Buat Masyarakat Kampar

Sebarkan artikel ini

Bangkinang, (PR)

Politik agraria hari ini masih mewarisi politik agraria kolonial. Wujudnya adalah praktek pemberian Hak Guna Usaha yang hanya menguntungkan korporasi. Itu pula yang dialami oleh rakyat di sekitar perkebunan yang ada di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Tanah yang begitu luas justru diberikan kepada perusahaan sedangkan rakyat tidak punya akses terhadap tanah dan hidup menderita.

Berawal, wilayah perkebunan kita disebut sebagai hutan negara melalui UU Kehutanan, kemudian dilepas dari kawasan hutan untuk perkebunan melalui UU Penanaman Modal, UU Perkebunan, UU Tata Ruang, dan pindah hak atas tanah jadi milik perusahaan oleh PP 40/1996 tentang hak guna usaha (HGU) yang menyeleweng dari UU Pokok Agraria (UUPA) 1960.

Hak Guna Usaha sudah diatur dalam Pasal 28 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA), Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara untuk perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

HGU hanya dapat diberikan untuk keperluan perkebunan/pertanian, perikanan atau peternakan untuk tanah yang luasnya minimal 5 hektar, serta terhadap HGU tidak dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain namun dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.

HGU dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun, kecuali untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun, misalnya untuk perkebunan kelapa sawit yang merupakan tanaman berumur panjang. Atas permintaan pemegang hak, dan dengan mengingat keadaan perusahaannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang.

Hak Guna Usaha diberikan berdasarkan penetapan Pemerintah. Pihak yang dapat mempunyai HGU adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Kuasa lahan skala besar terjadi sejak ratusan tahun lalu. Kekejaman tanam paksa bahkan tak berakhir, hanya berganti model pada 1870 dengan kelahiran UU Agraria 1870. Politik pintu terbuka bagi pengusaha (kapitalis) berbagai bangsa untuk masuk membangun perkebunan modern, buruh dan pabriknya. Kalau dibandingkan dengan masa sekarang, istilah baru untuk praktik lama yang relatif sama dan ini sama persis dengan prinsip Domein Verklaring zaman Belanda, pemerintah menguasai tanah yang tak bisa dibuktikan pemilikannya oleh rakyat dan kemudian diserahkan ke pengusaha (kapitalis). Sistem kuasa lahan skala besar ini telah membuat jurang ketimpangan struktur agraria makin mendalam.

Paradigma ekonomi pertumbuhan begitu mempercayai memberikan lahan luas kepada pengusaha (kapitalis) lebih produktif dibanding memberikan kepada rakyat. Pandangan ini bahkan yang diajarkan ke sekolah-sekolah yakni, rakyat hanya jadi tenaga kerja saja.

Kalau memberi tanah ke rakyat, kadang argumentasi penolakan dengan tambahan argumentasi prediktif tanpa data akurat tentang tanah-tanah milik yang dijual dan terkonsentrasi kembali kepada orang kaya.

Pemberian HGU lebih berkutat kepada pangusaha (kapitalis) juga telah membawa konsekwensi tersendiri. Hubungan pemodal dan birokrat (kaum komprador) untuk mendapatkan HGU atau memperpanjang HGU dengan proses tertutup dan timbul azaz praduga kita hanya untuk menyuburkan mata rantai penyuapan. Akibatnya, pemberian HGU kepada pengusaha (kapitalis) di satu sisi adalah proses pengambilan tanah masyarakat di sisi lain. Inilah yang mencuatkan kembali perampasan tanah masyarakat dan letusan konflik agraria.

Seharusnya tujuan HGU untuk menciptakan formasi modal nasional yang dimiliki petani, di mana keuntungan dinikmati rakyat dan direinvetasi kembali di tengah-tengah rakyat, dan itu tidak pernah terjadi !!

Indonesia punya UU Pokok Agraria 1960. Dalam Pasal 12 dan 13, menguraikan, pemberian hak atas tanah bagi lapangan usaha seperti HGU, hak guna bangunan, hak pakai, memprioritaskan kepada lapangan usaha bersama, gotong royong, untuk mencegah monopoli tanah dan penghisapan manusia atas manusia. Singkatnya, HGU itu seharusnya lebih di prioritaskan untuk petani atau masyarakat setempat dalam bentuk koperasi, bukan korporasi !!

Hal ini merupakan jawaban UUPA tentang keresahan usaha agraria masyarakat yang stagnan dan harus maju dalam usaha modern, setuju dengan pertanian modern namun pemilik adalah rakyat yang memiliki spirit kolektif dan tentu saja menjawab keresehan fragmentasi lahan karena sistem warisan dan jual beli.

“Saat ini kita mendesak Pemerintah Kabupaten Kampar membuka dokumen HGU perusahaan. Jangan sampai permintaan ini ditolak pemerintah dan kalangan pengusaha. Karena Mahkamah Agung telah memutuskan dokumen HGU adalah informasi publik yang dapat diakses terbuka,” ungkap mahasiswa Kampar kompak.

“Kalau Pemerintah tidak mau terbuka ! Berarti banyak kebun bersertifikat HGU dengan luasan kecil namun di lapangan luasan maha dahsyat. Patut kita duga ada juga perusahaan perkebunan yang mengelola di luar HGU bahkan tidak memiliki HGU ? Jangan-jangan juga banyak HGU terbit dengan maladministrasi karena memasukkan tanah dan kampung-kampung masyarakat,” celetuk David, salah seorang perwakilan mahasiswa Kampar.

Rakyat Kampar meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang tidak serta merta memperpanjang HGU perusahaan-perusahan perkebunan yang ada Riau dan di Kampar secara khusus jika tidak memberikan hak rakyat atas tanah !!

Penegak Hukum terus memantau agar jangan ada persekongkolan lama antara pemerintah dan pengusaha di Kabupaten Kampar ini. (fitri rj/pr/rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *