Oleh : Rusdianto Samawa, Direktur Eksekutif Global Base Review (GBR)
Judul diatas, memiliki korelasi dengan situasi dan kondisi sekarang di Indonesia. Pertanyaan: Siapakah yang akan failidkan Indonesia? siapa dibalik motif ingin Indonesia Failid ?. Jawabannya: sudah kebayang dalam pikiran, yakni imprealisme dan penjajahan terhadap pribumi.
Dalam buku Das John, Tiankai dan Deng Hu Zhengyue berjudul Discusses Burma, Southeast Asia, tahun 2007, katakan jika Amerika Serikat ingin membuat perbedaan di Burma, harus terlibat langsung. Alasan kuat Amerika Serikat karena khawatir terhadap Burma yang dalam kondisi dicaplok dan menuju ke arah failid.
Sementara, Amerika Serikat dan China mengunci siklus konfrontasi tentang Burma di PBB tanpa memberi solusi yang baik. Sehingga Amerika Serikat dengan segala kepentingannya menekan Cina melalui perang dagang yang berdampak sekali di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Presiden RRC Xi Jinping sendiri yang telah akrab bersama Indonesia, meminta bahwa pentingnya Indonesia ikut mendialogkan ketidakstabilan di Timor Timur, kemajuan positif di Filipina dan situasi pasca-kudeta Thailand.
Pada tataran Burma sendiri bahwa Amerika Serikat dan Cina setuju bersama-sama untuk menyelesaikan konflik Burma yang berada pada titik nadir konflik etnis, melepaskan tahanan politik, mengizinkan LSM untuk beroperasi di dalam negeri dan menyelesaikan perbedaan secara damai dengan etnis minoritas. Untuk proses penyelsaian itu, Amerika Serikat bekerja secara paralel dengan China. Termasuk merekrut Indonesia untuk mengeluarkan resolusi. Namun, tidak dilakukan oleh Indonesia.
Melihat konflik Burma itu, haruslah secara objektif. Indonesia juga harus berkaca pada sejarah konflik Burma yang berada pada titik nadir selama bekerjasama dengan China.
Konflik panjang Burma memiliki kemiripan dengan Indonesia dari sisi keamanan nasional, tembusnya perbatasan dan justifikasi ikatan sejarah serta budaya.
Di Indonesia, peran RRC sangat besar mengelola potensi kerusuhan atau perubahan politik, seperti benturan etnic: persekusinya pejabat negara, kriminalisasi ulama, kiya, ustad atau agama tertentu dan mengorganisir para imigran China untuk Proxy.
Meskipun demikian, Cina sadar bahwa pertempuran antara kekuatan pemerintah dan etnis minoritas China telah menjadi konstalasi yang serem berlangsung selama bertahun-tahun. Apalagi, akar konflik dikelola dengan pendekatan Propaganda-Agitasi melalui media sosial.
Model seperti ini sudah sangat sistematis. Termasuk upaya merubah (amandemen) UUD 1945 yang menswastanisasi seluruh aset negara dan menggadaikan regulasi pemerintah kepada asing: berupa UU minerba, UU suku dan ras, UU wilayah negara, UU kewarganegaraan, UU Ekomomi Nasional dan lain sebagainya.
Potret Undang-Undang atau regulasi itu telah dikuasai asing. Tentu ini indikasi, negara yang dianggap gagal memenuhi persyaratan dan tanggung jawab dasar suatu pemerintahan berdaulat.
Negara gagal menandakan hilangnya kontrol atas wilayahnya sendiri, distrust kewenangan dalam pembuatan keputusan yang sah: misal soal hutang yang menumpuk capai 5000 Triliun. Indikator lain: tidak mampu menyediakan layanan publik, seperti harga-harga, komoditas dan sulitnya pedagang pasar tradisional.
Ditambah lagi, leadership sangat lemah sehingga tidak mampu berinteraksi dengan negara lain sebagai anggota penuh komunitas internasional, seperti: beberapa berita media kalau Presiden Indonesia sekarang, sudah beberapa kali tidak ikut acara-acara internasional.
Ciri-ciri lain negara gagal karena pemerintah sangat lemah dan sebagian besar wilayahnya begitu kecil; buruknya layanan publik; korupsi dan tindak kejahatan yang meluas; adanya penggusuran, pengungsi atau perpindahan penduduk tak terkendali; dan memburuknya ekonomi secara tajam, seperti saat ini. Tak menampik bahwa pemerintah gagal mensejahterakan rakyatnya.
Sederet masalah juga menjadi pemicu kesejangan. Pekan ini diributkan oleh penembakan terhadap 29 orang sipil dan satu orang Prajurit Tentara Nasional Indonesia disaat bekerja dalam pembangunan jembatan di diatrik Yigi Nduga Papua. Tentu ini indikator Indonesia menuju negara gagal karena beternak teroris dan membangun mosi justifikasi terhadap Islam sebagai agama radikal.
Menurut Noam Chomsky, negara bisa disebut sebagai negara gagal: Pertama, Negara tidak ada kemauan dan kemampuan untuk melindungi warga negaranya dari kekerasan dan bahkan kehancuran. Bahkan, keputusasaan penguasa pertahankan kuasanya dengan rela kriminalisasi ulama, kiyai, ustad, aktivis, petani dan nelayan. Kedua, tidak kuat lagi pertahankan hak-hak warga negaranya, baik di tanah air maupun diluar negeri, seperti terbunuhnya TKI, Buruh Migrant, dan ketimpangan hukum dalam negeri itu sendiri.
Menurut Majalah Foreigh Policy bahwa Indonesia terdapat 8 Fakta menuju negara gagal (Failed States), yakni: 1). korupsi dan kolusi merajalela: 2). hukum tidak memiliki kekuatan dan wibawa, bahkan sekarang masyarakat mencibir dan merendahkan hukum: 3). pejabat pemerintah berasal dari orang-orang pengelana jabatan dan bertuhankan politik: 4). negara pemanen bencana. Ini indikasi Indonesia negara gagal, mengapa?. Nampaknya Allah mengazab negara ini karena pemimpin yang tidak bertakwa kepada-Nya: 5). kemiskinan dikemas dengan swasembada dan kesejahteraan sosial. Data-data beras, kedelai, jagung, garam dan lain, dimanipulasi: 6). tergadaikan kepada Investor Asing yang rakus dan serakah, seperti Newmont, Freeport, FM, yang menghisap habis saripati tanah Indonesia: 7). Ulama dan ahli agama ditinggalkan. Bahkan ulama dikriminalisasi: 8). kegagalan dalam mengenal hakikat adanya manusia di dunia.
Delapan kondisi diatas, sedang digarap oleh asing di Indonesia. Negara ini harus siap menerima kenyataan bubar atau tidak. Harus siap-siap dari sekarang. Bayangkan, proyek partai politik baru di Indonesia sedang gencar pasca kekalahan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta. Partai-partai baru ini juga sebagian arus dan bagian dari kooptasi asing aseng. (pr)