KUANSING – Penertiban Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Pulau Bayur, Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, pada hari Selasa, Tanggal 7 Oktober 2025 lalu. Berakhir ricuh, Tim gabungan dari Pemda dan Polres Kuansing yang turun langsung ke lokasi diserang oleh sekelompok massa,(10/10).
Dari Pemberitaan berbagai media baik media mainstream, maupun media-media online dan video-video yang viral di media sosial tampak massa menghadang dan menyerang rombongan Bupati dan Kapolres Kuansing yang memimpin operasi penertiban. Lima mobil di rusak dan satu sepeda motor dibakar
serta seorang wartawan media online juga turut menjadi korban saat meliput kejadian tersebut.
Pasca kerusuhan tersebut, Forum Diskusi Keluarga Kuantan Singingi (FDKKS) Indonesia mendesak Polda Riau dan Polres Kuansing untuk segera mengusut tuntas dan menangkap aktor intelektual atau dalang di balik aksi anarkis tersebut.
FDKKS Indonesia menduga tindakan perlawanan dan kekerasan yang sampai melukai wartawan dan merusak beberapa kendaraan itu bukan inisiatif dari warga setempat tapi kemungkinan ada dalang yang memprovokasi massa untuk melawan aparat.
“ Kami mengecam keras tindakan anarkis yang dilakukan oleh sekelompok orang saat penertiban PETI di Cerenti karena mencederai penegakan hukum dan Negara tidak boleh kalah, Kami mendesak Polda Riau dan Polres Kuansing agar segera menangkap dan mengungkap identitas siapa dalang yang berada di balik kerusuhan itu,” Ujar Koordinator FDKKS Indonesia, Arman Lingga Wisnu.
Kemudian Arman juga menambahkan, sebelum melaksanakan kegiatan penertiban PETI, Kapolres Kuansing selalu menyampaikan himbauan yang membuat operasi penertiban bocor ke publik.
“ Kami melihat tidak perlu ada lagi himbauan, karena baik sejak dulu maupun sekarang yang namanya PETI itu dimana saja berada di Indonesia ini seharusnya diberantas, bukan hanya himbauan karena itu akan memberikan kesempatan bagi para pelaku untuk lari dan bersembunyi serta mengamankan peralatan mereka. Jadi yang dibutuhkan saat ini adalah tindakan tegas
dan penegakan hukum murni dengan menangkap seluruh sindikat yang terlibat dalam praktek PETI di Kuansing termasuk pemodal atau cukong dan oknum beking yang bermain” Tutup Arman.
Selain itu, Bidang Hukum FDKKS Indonesia, Muhammad Alfy Pratama, menyoroti fakta terkait status wilayah pertambangan emas di Kuansing. Alfy mengatakan jika sebenarnya Kabupaten Kuantan Singingi sudah ditetapkan sebagai Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR).
” Kabupaten Kuantan Singingi sebenarnya sudah ada 30 blok dan setiap bloknya memiliki luas maksimal 100 ha yang sudah ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat, penetapan WPR tersebut tertuang jelas dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 152.K/MB.01/MEM.B/2024 yang ditetapkan pada 26 Juni 2024” Ungkap Alfy.
Kendati peluang pengurusan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sudah terbuka bagi masyarakat, faktanya masyarakat masih memilih melakukan penambangan emas ilegal di luar lokasi WPR.
” Penetapan 30 blok WPR seharusnya menjadi solusi nyata untuk mengatasi PETI, namun yang menjadi pertanyaan kenapa masyarakat tidak mengurus
izin IPR nya dan masih saja melakukan aktifitas tambang emas ilegal ini mengindikasikan ada masalah mendasar dalam penetapan lokasi WPR tersebut,” Ujar Alfy.
Alfy kemudian menyampaikan yang menjadi alasan masyarakat enggan
beralih ke jalur legal karena lokasi WPR tersebut dinilai tidak prospektif oleh para penambang atau ada indikator lain.
” Ada dugaan kuat kenapa masyarakat tidak mengurus izinnya karena 30 blok WPR itu tidak ada kandungan emasnya,” Ungkap Alfy.
Jika dugaan ini benar, maka penetapan 30 blok WPR tersebut sama saja dengan sia-sia dan tidak efektif menyelesaikan masalah PETI di Kuansing, karena penambang akan memilih lokasi-lokasi yang sudah terbukti memiliki kandungan emasnya. Yang ironisnya lokasi tersebut berada diluar WPR atau ilegal.
Oleh karena itu, FDKKS Indonesia mendesak Pemerintah Daerah Kuansing untuk menguji kandungan emas di 30 blok WPR yang telah ditetapkan, jika memang blok-blok tersebut tidak memiliki kandungan emas, maka Alfy meminta agar Bupati Kuansing menyampaikan usulan lokasi Wilayah Pertambangan Rakyat yang baru.
“ Bupati Kuansing harus kembali menyampaikan usulan lokasi WPR yang baru, Namun sebelum diusulkan, Bupati terlebih dahulu harus benar-benar memastikan secara ilmiah dan
melibatkan para ahlinya agar titik-titik koordinat lokasi WPR yang diusulkan itu memiliki kandungan emas, sehingga penetapan WPR itu kedepannya benar-benar menjadi solusi masalah PETI yang dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, Sebagaimana yang diperintahkan oleh Presiden Prabowo beberapa waktu lalu agar daerah tambang-tambang seperti itu (alluvial) diserahkan pengelolaannya kepada rakyat melalui koperasi-koperasi, bukan hanya sekadar penetapan administratif tanpa nilai ekonomis” Tandas Alfy Bidang Hukum FDKKS Indonesia***
Sumber : FDKKS Indonesia.
Editor : PR/RH.