Jakarta, (PR)
Pasca Penerapan Pembatasan Sosial Berskala besar (PSBB) oleh Pemerintah Republik Indonesia, maka Pemerintah juga mengeluarkan langkah ekonomi dalam menghadapi Pandemi Virus Covid-19 yaitu Stimulus Ekonomi.
Menurut pengamat kebijakan publik Wibisono SH MH mengungkapkan bahwa stimulus ini banyak sekali variasi kebijakan yang dilakukan. Tetapi ia menyarankan agar lebih fokus, khusus dikonsentrasikan untuk menghentikan penyebaran corona, tidak perlu terlalu banyak hal yang dilakukan, karena kelihatan kurang tepat sasaran.
Lanjut Wibi, dalam situasi begini harus fokus pada akar masalah, yaitu wabah virus Covid-19 itu. “Jadi segala daya diarahkan untuk menghentikan penyebaran virus covid-19. Kalau virus corona itu bisa dihentikan, maka berbagai persoalan ekonomi akan berhenti dengan sendirinya,” ujar pembina advokat Indonesia (ABI) kepada Putera di Jakarta, Sabtu (4/4/2020).
Menurutnya ada tambahan pembiayaan APBN Rp 405,1 triliun tetapi terbagi-bagi untuk berbagai pengeluaran. Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), serta Rp 150 triliun untuk biaya program pemulihan ekonomi nasional. Programnya antara lain penambahan PKH, kartu sembako, peningkatan kartu pra kerja, pembebasan biaya listrik, insentif perumahan, insentif pajak, dan lain-lain. Uangnya kan terbatas.
“Disini kelihatan kurang fokus, apa nggak sebaiknya diutamakan skala priorutas untuk menghentikan penyebaran virus corona lebih dulu?,” tanya Wibi.
Sedangkan pengeluaran untuk yang lain-lain seperti perpajakan, KUR, stimulus ekonomi dan lain-lain bisa dilakukan untuk pemulihan ekonomi. Sebab ekonomi dan persoalan sosial lain, tidak akan tertolong selama virus corona tidak dapat dihentikan.
Mengutip berdasarkan kajian Badan Intelijen Negara (BIN), kasus Virus Corona akan mengalami peningkatan di akhir bulan Juni sebesar 105.765 orang.
Amerika Serikat, pekan lalu mengeluarkan stimulus US$ 2,2 triliun atau setara Rp.35.200 triliun (kurs Rp 16.000/US$), dampaknya juga hanya beberapa hari saja menahan kejatuhan bursa, setelah itu kembali jatuh lagi.
“Jadi sebaiknya energi kita dikonsentrasikan untuk menghentikan penyebaran virus corona. Lihat saja Wuhan, ketika kasus baru infeksi corona sudah tidak ditemukan, ekonominya langsung menggeliat secara otomatis,” ulas Wibi.
Apalagi Indonesia juga akan menghadapi tradisi besar, yakni mudik lebaran saat banyak perantau dari kota yang kembali ke daerahnya masing-masing, sudah sewajarnya Pemerintah memberikan kebijakan tegas terkait hal ini.
Disamping stimulus, Pemerintah harus ada kebijakan tegas yang diberikan untuk para pemudik, Pemerintah segera memberikan bantuan sosial agar kelas pekerja informal dapat tetap terpenuhi kebutuhan pokok saat kondisi ini berlangsung. “Pemerintah segera berikan bantuan sosial kepada para pekerja informal, dan pikirkan pekerja yang tidak mudik,” tegas Wibi.
Kalau kita belajar dari China, Indonesia juga akan menghadapi tradisi mudik lebaran. Saat wabah pertama kali ditemukan di Wuhan, kala itu mendekati masa tahun baru China (Imlek).
Pemerintah China dengan tegas langsung melarang warga Wuhan dan bahkan Provinsi-Provinsi di sekitarnya. Oleh karena itu, Pemerintah harus memperhitungkan segala hal dengan matang, termasuk mempertimbangkan untuk membuat contingency plan terkait larangan mudik ini.
“Saya berharap Pemerintah pusat membuat aturan tegas yang mengatur tentang aturan mudik ini, tidak cukup dengan PSBB atau karantina wilayah, terutama tentang intensif bagi para pemudik dan pekerja informal ini, maka saat aturan dan kebijakan dikeluarkan nanti, maka semua pihak mematuhi demi melindungi semua keluarganya yang di daerah,” pungkas Wibisono. (beni/pr)