Tembilahan, (puterariau.com)
Perwakilan Guru Bantu Kabupaten Indragiri Hilir mengadakan hearing dengan Komisi I dan Komisi IV DPRD Inhil pada Senin (05/03/18). Mereka meminta pihak-pihak terkait untuk memfasilitasi Guru Bantu dalam rangka memperjuangkan nasib Guru Bantu kedepannya. Dalam Hearing ini dihadiri oleh Kadisdik Inhil, Rudiansyah, Kepala BKD Inhil, Fauzar dan jajaran.
Di hadapan Komisi I, Komisi IV, Dinas Pendidikan dan BKD Inhil, kordinator GB Propinsi, Arnadi memberikan beberapa poin penting untuk menjadi catatan terkait eksistensi Guru Bantu yang sampai saat ini masih belum kuat posisinya walaupun pengabdiannya terbilang sudah cukup tinggi.
RDP digelar kembali pasca hearing pertama pada sekitar medio Mei 2017 lalu. 3 permasalahan dari 4 yang disampaikan pada 2017 lalu sudah dapat terpenuhi diantaranya permasalahan keterlambatan gaji, jaminan sosial dan perhatian Pemerintah terhadap Guru Bantu.
Arnadi, Kordinator Guru Bantu Propinsi Kabupaten Inhil menyebutkan terkait ketar ketirnya Guru Bantu yang terbendung Peraturan Menteri Nomor 141 Tahun 2014. Oleh karena itu, pihak Guru Bantu tidak ingin kehilangan momen terkait revisi UU ASN yang sedang akan dibahas kedepan.
Romi Noverlis, Ketua GB Propinsi Kabupaten Indragiri Hilir memaparkan bahwa ia menjadi Guru Bantu dengan berbagai proses tes pada 2008 lalu. Artinya, menjadi Guru Bantu bukanlah ditunjuk begitu saja, namun ada serangkaian proses ujian yang dilalui. Sehingga perlunya Guru Bantu untuk diperjuangkan dan digiring untuk pencapaian pada status CPNS sebagaimana yang pernah diperjuangkan pada bidan PTT beberapa waktu lalu.
Budi Indra, Guru Bantu SMPN 2 Tembilahan menyebutkan bahwa sekitar 520 Guru Bantu Propinsi yang ada di Inhil yang tersebar di seluruh wilayah. Rata-rata Guru Bantu telah mengabdi 10 tahun hingga lebih, dan mereka telah memiliki 2 hingga 5 anak yang secara ‘ekonomi’, tentu kesejahteraan mereka jauh dibawah standar. Namun pengabdian dan loyalitas mereka dalam mengemban tugas merupakan sebuah dedikasi dalam dunia pendidikan di Inhil yang tidak terbantahkan.
Ia berharap ada sebuah harapan bahwa Guru Bantu mesti ada perubahan status agar tidak ada kegelisahan yang terpendam selama ini. Salah satunya perlu agresifitas untuk diberitahukan ke Pusat. Diceritakan ketika pernah berbincang di Pusat, keberadaan Guru Bantu, menurut legislator Pusat membutuhkan agresifitas dalam melaporkannya ke Pusat.
Kepala BKD Inhil, Fauzar SE MP mengatakan bahwa permasalahan Guru Bantu ini masih terbentur aturan. Dimana semua CPNS diangkat harus melalui tes dan umur maksimal 35 tahun. Dalam kesempatan ini, Fauzar membeberkan beberapa Peraturan Perundang-Undangan terkait prosedur pengangkatan CPNS.
Sebaliknya, Kepala Dinas Pendidikan Inhil, Rudiansyah mengatakan bahwa pihaknya sudah berkordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Riau terkait permasalahan honor Guru Bantu. Permasalahan Guru Bantu Propinsi Riau disebutkan semacam ada kelengahan dari Propinsi Riau yang tidak melaporkan pengangkatan Guru Bantu 2005 dan 2008 ke Kementrian sehingga saat ini masih terkendala.
Komisi IV DPRD Inhil mengaku bahwa DPRD hanya bisa membantu sebatas dari link parlemen, mengenai apakah usulan disetujui atau tidak tentu dari pihak Pemerintah. Mengenai revisi UU, tentunya itu dari DPR Pusat, bukan dari DPRD Kabupaten maupun DPRD Propinsi.
Disebutkan bahwa kelalaian masa lalu perlu dilupakan sebagai salah langkah dari semua pihak. Karena permasalahan benang kusut Guru Bantu ini tidak dapat disalahkan dari satu pihak manapun. “Kita hanya bisa menolong dari sisi link kita di Pusat,” katanya. (beni/adv)