PUTERARIAU.com | PEKANBARU – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau memberi sinyal yang menandakan bahwa kasus penyimpangan anggaran belanja Rp43 miliar di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau akan dinaikkan ke tahap penyidikan.
Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto mengatakan bahwa tim Intelijen Kejati sedang menyusun laporan. Nantinya, laporan itu akan diserahkan ke pimpinan untuk menentukan langkah selanjutnya. Tim menargetkan, kesimpulan hasil dari penyelidikan kasus akan selesai jelang akhir tahun 2020 agar tidak terjadi tunggakan.
“Nanti setelah laporan dibuat, harus diekspos dulu. Kita paparkan, dan akan ditentukan langkah berikutnya yang akan diambil sesuai persetujuan pimpinan. Nanti kami sampaikan,” kata Raharjo, Minggu (6/12/2020).
Lanjut Raharjo, dengan disusunya laporan oleh tim Intelijen Kejati Riau maka penyelidikan sudah bisa dikatakan selesai. Pasalnya, dalam penyelidikan pihaknya hanya mencari beberapa hal terkait laporan dari masyarakat. Selama proses penyelidikan, Kejati sudah memeriksa 8 sampai 10 orang untuk diklarifikasi keterangannya.
“Sekitar 8 hingga 10 orang, saya lupa siapa,” ujarnya.
Ketika ditanya pemeriksaan terhadap Prof Ahmad Mujahidin selaku mantan Rektor UIN Suska Riau, Raharjo mengungkapkan bahwa Ahmad Mujahidin belum dimintai klarifikasinya karena saat ini sedang dirawat disebabkan terpapar Covid-19.
“Mantan Rektor UIN Suska belum bisa diklarifikasi, dikarenakan yang bersangkutan sedang menjalani perawatan Covid-19. Jadi protokol kesehatan juga harus kita penuhi. Nanti keterangannya bisa diambil pada saat penyidikan,” jelasnya.
Raharjo memberi sinyal, bahwa perkara ini akan dinaikkan ke status penyidikan. Dan nantinya perkara ini akan kita limpahkan ke jaksa bagian Pidana Khusus (Pidsus). “Indikasi dugaan tindakan pidana sudah ada,” imbuhnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sejak kasus ini bergulir dan ditangani oleh Intelijen Kejati Riau pada bulan September 2020 lalu, beberapa orang dari pihak UIN Suska sudah dimintai klarifikasinya yakni Hanifah selaku mantan Kepala Bagian (Kabag), Dr Suriani merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) UIN Suska tahun 2019. Kemudian ada Ahmad Supardi selaku Kepala Biro Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan (AUPK) sekaligus Pejabat Perintah Membayar, Gudri selaku Kepala Sekretaris Pengawas Internal (SPI), dan Drs Afrizal Zen MSi selaku Dewan Pengawas.
Kasus ini menjadi sorotan, setelah Rektor UIN Suska Riau Prof Akhmad Mujahidin menyurati sejumlah stafnya pada hari Minggu (23/2/2020) lalu, tersebar ke publik.
Dalam salinan surat bernomor B-0744/Un.04/R/PS.00/02/2020, tertanggal 22 Februari 2020 yang ditandatangani oleh Akhmad Mujahidin tentang pemanggilan para staf atas dasar temuan Pemeriksaan Laporan Keuangan Kementerian Agama RI TA 2019 pada UIN Suska Riau. Ada lima orang staf UIN yang menerima surat tersebut.
Dalam surat disebutkan bahwa Rektor meminta untuk merapikan Buku Kas Umum (BKU) TA 2019 khusus pada akun 52, 53 dan 57 atau selain belanja pegawai pada akun 51, dan disesuaikan dengan Laporan Pertanggungjawaban Keuangannya.
Selain mengirimkan surat kepada lima stafnya, Akhmad juga melayangkan undangan kepada puluhan pegawainya untuk hadir pada hari yang sama dengan Dr Suriani dan rekan – rekannya dengan agenda menindaklanjuti adanya temuan BPK.
Temuan tersebut berupa pengelolaan kas UIN Suska TA 2019 yang tidak memadai dan terdapat belanja yang tidak diyakini kewajarannya senilai Rp42.485.278.171.
Beberapa belanja yang tidak wajar itu disinyalir untuk urusan pribadi dan keluarga sang rektor di kampus tersebut. Seperti pada bulan Mei 2019 ada pembelian tiket pesawat untuk putri Akhmad Mujahidin senilai Rp1.449.400. Kemudian, ada pembelian tiket pesawat untuk orang tua Akhmad Mujahidin dengan tujuan Pekanbaru – Surabaya pada bulan Juli 2019. Dan Ada juga pengeluaran kas untuk biaya pulang kampung rektor ke Malang sebesar Rp10 juta.
Akhmad Mujahidin juga pernah menerbitkan surat tugas untuk istrinya yang bukan pegawai negeri di lingkungan UIN Suska pada acara Pekan Ilmiah Olahraga Seni dan Riset (PIONIR) di Kota Malang tahun 2019. Ada juga proyek yang dimenangkan keluarga sang rektor dan bermasalah.[son]