Jakarta, (puterariau.com)
Rahmat Bagja, anggota Bawaslu RI menyatakan bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bisa memberhentikan semua komisioner KPU dalam putusannya apabila ada pengaduan kepada DKPP.
“Tetapi saya tidak mau itu terjadi sebab semua anggota KPU adalah teman saya juga”, kata Bagja di Gedung DPR, Selasa pekan lalu (4/9/2018).
Sejumlah caleg mantan koruptor ngotot akan mengadukan KPU ke DKPP, jikalau tidak melaksanakan putusan Bawaslu yang dalam putusannya menyatakan peraturan KPU bertentangan dengan UU karena melarang bekas koruptor menjadi calon anggota legislatif dan calon anggota DPD.
Selain itu pemohon juga beralasan bahwa peraturan KPU telah mencabut hak dipilih warga negara.
Bawaslu telah memenangkan caleg koruptor terkait dengan sengketa peraturan KPU yang melarang caleg koruptor. Sebab terdapat 16 caleg koruptor yang mendaftar calon anggota DPR dan DPD.
“Apabila putusan Bawaslu tak dijalankan oleh KPU. Caleg koruptor tidak akan bisa masuk dalam daftar caleg tetap. Dan korbannya bisa menggugat lewat jalur pengadilan. Dan saya harap ini jangan sampai terjadi,” kata Bagja.
Saat berlangsung diskusi terpisah dengan tema korupsi di tempat yang sama Daniel Dhakidae aktivis anti korupsi lulusan Amerika Serikat mempertanyakan mengapa DPR RI tidak pernah setuju dengan pemberlakuan pembuktian terbalik dalam UU Pidana Korupsi.
Munculnya korupsi EKTP sebesar Rp.4,9 triliun yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto adalah korupsi terbesar di DPR setelah korupsi Pertamina yang melibatkan A Taher semasa orde baru, ujar Daniel.
Eka Sastra, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar dari daerah pemilihan Kota Bogor yang duduk di sebelahnya berkilah bahwa maraknya korupsi yang menimpa sejumlah anggota DPR dan DPRD sebab demokrasi substansial belum berjalan.
“Yang berlaku baru tahap demokrasi prosedural yang hasilnya adalah seperti sekarang ini,” jelasnya.
Penulis buku tentang korupsi dari LP3ES Rustam Malik mengusulkan harus ada pendekatan budaya yang dimulai dari akarnya untuk pencegahan korupsi yang semakin marak belakangan. “Ini bisa dimulai dari pendidikan,” katanya. (erwin kurai/beni/pr)