oleh

Kondisi Ekonomi RI Makin Berat, Kas Negara Minus

Jakarta, (PR)

Kondisi perekonomian nasional saat ini memang sedang menghadapi masalah berat. Ekonomi Indonesia masih jauh di bawah harapan.

“Analisis dan perkiraan kas negara saat ini bukan hanya kosong tapi minus akibat defisit keuangan terjadi dalam tiga tahun berturut-turut,” ujar pengamat infrastruktur di Jakarta, Selasa sore (17/9/2019).

Menurutnya, untuk membayar kewajiban utang negara yang jatuh tempo, Pemerintah akan meminjam lagi dengan mengeluarkan obligasi atau menarik pinjaman dari negara luar negeri.

“Saat ini posisi keuangan negara sedang dalam keadaan cukup berbahaya. Biaya tetap dan operasional termasuk biaya bunga semakin membengkak, sedangkan penerimaan negara tidak tercapai,” kata Wibi.

Belum lagi masalah biaya modal yang tidak efektif dan dikorupsi. Sehingga biaya modal tersebut menjadi tidak produktif.

Mengutip keterangan Bank Indonesia utang Luar Negeri (ULN), Indonesia kembali naik per akhir Juli 2019 menjadi US$395,3 miliar setara Rp5.534 triliun.

Wibisono SH MH, pengamat infrastruktur nasional

Utang tersebut melonjak 10,3% (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bahkan, peningkatan juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan kenaikan pada bulan sebelumnya sebesar 9,9% yoy.

Pertumbuhan utang tersebut terutama dipengaruhi oleh transaksi penarikan neto ULN dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sehingga utang dalam rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS.

Pertumbuhan ULN yang meningkat tersebut bersumber dari ULN pemerintah dan swasta dengan rincian, utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$197,5 miliar, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar US$197,8 miliar.

Bank Indonesia (BI) dalam keterangan resmi pada Senin (16/9), menjelaskan pertumbuhan ULN pemerintah meningkat sejalan dengan persepsi positif investor asing terhadap kondisi perekonomian Indonesia.

ULN Pemerintah pada Juli 2019 tumbuh 9,7% yoy menjadi sebesar US$194,5 miliar setara Rp2.723 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya 9,1% yoy.

“Peningkatan tersebut didorong oleh arus masuk modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang tetap tinggi di tengah dinamika global yang kurang kondusif. Hal ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap perekonomian domestik, didukung oleh imbal hasil investasi portofolio di aset keuangan domestik yang menarik,” tulis rilis resmi BI.

Pengelolaan ULN Pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (19% dari total ULN pemerintah), sektor konstruksi (16,4%), sektor jasa pendidikan (16%), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,2%), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (13,9%).

Wibisono menambahkan bahwa utang luar negeri RI yang kian melonjak, dicurigai terjadi akibat adanya upaya pemanfaatan situasi dan kondisi oleh Pemerintah maupun swasta terhadap situasi global yang menunjukkan gejala ketidakpastian.

“Jangan-jangan kenaikan utang luar negeri adalah aji mumpung atau upaya memanfaatkan situasi global, dimana banyak dana masuk ke negara berkembang,” ulas Wibi.

Sebagaimana diketahui, sepanjang awal 2019, perekonomian negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) tengah mengalami pra resesi. Ditandai dengan meningkatnya harga di pasar obligasi. Hal ini, dipercaya memperlancar aliran modal asing ke negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Hal ini seharusnya dapat diwaspadai secara tepat agar Indonesia tidak masuk dalam jebakan lingkaran utang.

Wibisono berharap Pemerintah sekarang melakukan restructuring utang dan mengalihkan biaya yang tidak produktif menjadi produktif. Serta memangkas biaya ekonomi tinggi yang selama ini membebani anggaran Pemerintah.

Menurut Wibi, memang seharusnya impor BBM itu dilakukan antara Pemerintah dengan Pemerintah (G to G). Kemudian menghapuskan perantara ekspor impor crude oil (minyak mentah), BP Migas dirasionalisasi, konversi BBM segera dilakukan, memotong jalur mafia migas dan penyelundupan BBM.

“Kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM, sehingga penyelundupan BBM tudak ada lagi dan mengalihkan subsidi tersebut ke infrastruktur serta sektor yang produktif agar dapat segera meningkatkan pendapatan masyarakat perlu juga dijalankan Pemerintah,” pungkasnya. (beni/pr)

Komentar