PEKANBARU, PUTERARIAU.com – Sidang lanjutan dugaan atas tindak pidana korupsi dengan terdakwa Bupati Bengkalis non aktif, Amril Mukminin masih terus berjalan. Agenda persidangan pada hari Kamis (22/10/2020) kemarin, yang digelar secara virtual ini merupakan jawaban (Duplik) dari kuasa hukum terdakwa atas replik Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Hari ini kita lakukan pembacaan duplik yang merupakan satu kesatuan dari nota pembelaan kami yang telah dibacakan pada 15 Oktober 2020. Pada pokoknya kami tetap pada seluruh dalil – dalil serta uraian kami dalam nota pembelaan, namun terhadap hal – hal yang diuraikan oleh Penuntut Umum di dalam repliknya ada hal – hal yang perlu kami tanggapi secara tegas di dalam duplik ini,” kata Asep Ruhiat sebagai kuasa hukum Amril Mukminin.
Menurut Asep, salah satu replik yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum adalah dalil – dalil yang dijelaskan penasehat hukum tidak berdasarkan pada bukti – bukti dan hanya mengutip pada sebagian bukti adalah tidak benar. Oleh karenanya, tanggapan penuntut umum tersebut haruslah dikesampingkan.
Kemudian, dalam replik penuntut umum juga mempersalahkan unsur “Penyelenggara Negara” dan “menerima hadiah”, lantas menuduh bahwa penasehat hukum tidak memahami cara menguraikan unsur sehingga penasehat hukum salah memahami dan mencampur adukkan antara unsur “Penyelenggara Negara” dan unsur “menerima hadiah”.
Menurut pendapat penasehat hukum unsur pegawai negeri atau penyelenggara negara” terikat dan tidak boleh lari dari yang ditegaskan Undang – Undang, yaitu didasarkan pada pengertian Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok – Pokok Kepegawaian yang secara tegas mengatur tentang apa yang dimaksud dengan “Pegawai Negeri”.
“menurut penasehat hukum mungkin penuntut umum lupa terhadap pasal tersebut sehingga tidak mencantumkan Pasal 1UU No. 8 Tahun 1974 di dalam Surat Tuntutannya,” Jelas Asep.
Kuasa Hukum Amril Mukminin, Asep Ruhiat mengatakan, bahwa telah terbukti dan dibenarkan oleh penuntut umum, terdakwa dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada tanggal 17 Februari 2016, dimana sebelumnya terdakwa telah mengundurkan diri sebagai anggota DPRD pada 22 Juli 2015.
“Jika merujuk pada pengertian Pegawai Negeri dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1974 dan Pasal 1 angka 2 UU No. 31 Tahun 1999 yang secara rigid dan tidak boleh dimaknai di luar itu, maka status “pegawai negeri” maupun “penyelenggara negara” terhitung 22 Juli 2015 sampai dengan 16 Februari 2016, tidak melekat pada diri terdakwa,” papar Asep.
Ia (Asep, red) mengatakan bahwa penuntut umum sendiri secara tegas menguraikan di dalam surat dakwaanya dan surat tuntutannya bahwa dakwaan terdakwa berbentuk Voorgezette handeling. Yakni tindak pidana yang dilakukan secara berlanjut. Sehingga sudah sepatutnya kapasitas terdakwa sebagai tertuduh pelaku tindak pidana –quod non- haruslah sama sejak permulaan dilakukannya tindak pidana sampai kepada tindak pidana yang dilakukan terakhir.
Kuasa hukum menilai penuntut umum tanpa dasar mempersalahkan mengenai penetapan terdakwa oleh KPU sebagai Bupati Bengkalis terpilih pada 15 Desember 2015. Berdasarkan Peraturan Perundang – undangan, yang mengangkat seseorang menjadi Bupati bukanlah KPU, melainkan Presiden, Menteri, Gubernur incasu Bupati diangkat oleh Gubernur (ex Pasal 4 ayat (1) Perpres No 16 Tahun 2016). Sementara penuntut umum sendiri tidak mencantumkan peraturan perundang – undangan mana yang menjadi dasar pernyataannya yang mengatakan bahwa pasangan calon yang telah ditetapkan sebagai Bupati terpilih oleh KPU sudah merupakan pegawai negeri atau penyelenggara negara.
“Berdasarkan uraian itu maka kami menilai telah jelas dan terang bahwa terdakwa tidak memnuhi unsur sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara. Untuk itu beralasan jika Majelis Hakim membenarkan pendapat kami, sehingga mengesampingkan uraian penuntut umum dalam surat tuntutannya,” tambahnya.
Selanjutnya, terkait unsur terdakwa menerima hadiah atau gratifikasi. Dalam persidangan sudah dijelaskan oleh saksi – saksi yakni Ichsan Suaidi dan Triyanto. Kala itu Ichsan bersaksi bahwa pada pertemuan pertama tepatnya di kopi tiam, saksi bertemu terdakwa hanya bertujuan untuk silahturahmi. Menyampaikan isi putusan Mahkamah Agung yang telah memenangkan PT. CGA. Kemudian uang yang diberikan bukan uang pelicin karena saksi merupakan pemenang dari pekerjaan pembangunan jalan Duri – Sei Pakning.
Keterangan Ichsan Suaidi tersebut telah jelas dan diucapkan di bawah sumpah, dan pertemuan terdakwa dengan Ichsan Suaidi tersebut seluruhnya terdakwa bukan berstatus pegawai negeri atau penyelenggara negara. Dengan demikian unsur itu tidak terbukti secara nyata.
Kemudian terkait komitmen fee antara terdakwa dengan PT CGA, Ichsan Suaidi dan Triyanto, didasarkan pada fakta – fakta yang terungkap di persidangan, dan berdasarkan keterangan Ichsan Suaidi, keterangan Triyanto dan keterangan terdakwa sendiri, sehingga tidak ada alasan secara hukum untuk menolak uraian penuntut umum tersebut. Bahwa tidak pernah dibuktikan penuntut umum dan juga memang tidak terbukti di persidangan a quo berapa jumlah commitment fee antara terdakwa dengan PT CGA, siapa yang menawarkan fee tersebut, dalam tahap berapa disepakti commitment fee dilakukan. Bahkan sampai replik dibacakan, penuntut umum tidak dengan tegas mencantumkan jumlah commitment fee terdakwa dengan PT CGA.
“Kami berpendapat, seluruh uraian penuntut umum mengenai commitment fee, hanyalah delusi semata, sehingga sangat pantas jika uraian beserta alasan penuntut umum mengenai hal ini pada dakwaan ke satu primair dikesampingkan,” katanya.
Dalam penutupnya, penasehat hukum berkesimpulan bahwa terdakwa Amril Mukminin tidak terbukti melanggar dakwaan ke satu primair, dakwaan ke satu subsider dan dakwaan ke dua. Dan penasehat hukum meminta Majelis Hakim menyatakan kliennya tidak terbukti bersalah dalam dugaan tindak pidana sebagaimana yang disangkakan serta membebaskan terdakwa Amril Mukminin dari semua tuntutan. (***)