Jakarta, (PR)
Revisi UU KPK akhirnya memancing gejolak publik. Sejumlah elemen bersuara dalam melakukan penolakan terhadap revisi UU ini. Mahasiswa pun turun gunung dan berunjuk rasa di sekitar Gedung DPR hari ini.
Sebagaimana diketahui, mahasiswa beraudiensi dengan Sekjen DPR Indra Iskandar. Mereka meminta dipertemukan dengan pimpinan DPR untuk menyampaikan aspirasi penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK, RKUHP dan sejumlah RUU lainnya.
Pengamat hukum dan ideologi, Markoni Effendi SH mengatakan bahwa DPR dan Pemerintah seharusnya lebih cermat sebelum mengesahkan RKUHP dan RUU lainnya pasca disyahkan RUU KPK, yang pada akhirnya memperoleh penolakan publik.
“Jangan terburu-buru yang sepertinya ada wacana penggiringan menuju perubahan tatanan hukum dan ideologi kedepan. Kalau tetap dipaksakan segera disyahkannya RKUHP dan RUU lainnya, dalam waktu dekat ini, tentu gelombang penolakan akan mengalir deras,” katanya.
Hari ini saja, elemen BEM Se-Indonesia sudah menyuarakan penolakan. Tentu menjadi pertanyaannya apakah akan dipaksakan segera pengesahannya RKUHP dan RUU lainnya dalam waktu dekat tanpa dikaji dan dibahas lagi bersama dengan semua komponen terlebih dahulu, bebernya.
Sementara itu, audiensi digelar di ruang KK I, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019). Dalam audiensi tersebut mahasiswa dan Sekjen DPR menyepakati kesepakatan.
“Aspirasi dari masyarakat Indonesia yang direpresentasikan mahasiswa akan disampaikan kepada pimpinan Dewan DPR RI dan seluruh anggota,” demikian petikan kesepakatan antara mahasiswa dengan Sekjen DPR.
Dalam audiensi juga sempat terjadi perdebatan. Pihak mahasiswa ingin Sekjen DPR menyampaikan kesepakatan yang terjalin dalam audiensi kepada para mahasiswa yang berada di luar Gedung DPR.
Namun, Sekjen DPR menolak. Beberapa orang perwakilan mahasiswa kemudian diajak ke gedung Setjen DPR.
“Sekjen DPR RI akan mengundang dan melibatkan seluruh mahasiswa yang hadir dalam pertemuan 19 September 2019, dosen atau akademisi serta masyarakat sipil untuk hadir dan berbicara di setiap perancangan UU lainnya yang belum disahkan,” begitu poin kedua kesepakatan mahasiswa dengan Sekjen DPR.
“Hari ini kita telah mencapai hasil luar biasa, pun dengan adanya surat ini, ini adalah sebuah kesepakatan yang menjamin malam ini perjuangan yang kita lakukan dari tadi sejak pagi ini tidak beres pada hari ini. Kita dapat jaminan bahwa setelah ini akan ada pertemuan, kita mendapat jaminan bahwa pasti akan ada tindak lanjut,” ucap Royyan dari perwakilan mahasiswa ITB.
“Intinya jangan dipaksakan dan memaksakan kehendak kalau sudah ada yang menolak,” ujar Markoni menegaskan.
Apalagi diketahui, Presiden Jokowi bahkan menyetujui revisi UU KPK tersebut. Saat itu berbagai penolakan terjadi adanya Revisi UU KPK ini.
“Mulai dari mahasiswa, dosen atau akademisi, koalisi masyarakat sipil dan KPK. Namun Jokowi seakan jalan terus dengan mengklaim revisi tersebut untuk memperkuat KPK,” ungkapnya.
Akhirnya pada 11 September 2019, Presiden Jokowi mengirimkan surat presiden (surpres) ke DPR. Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
Karena telah dikirimkannya surpres tersebut, secara otomatis menegaskan bahwa Presiden Jokowi menyetujui segera adanya pembahasan Revisi UU KPK tersebut di DPR. (beni/pr)