Sejak kemunculan wabah Covid-19 dari wilayah Wuhan China di bulan Desember 2019 lalu, sudah hampir lima bulan Pandemi ini menyerang manusia di hampir seluruh wilayah dunia.
Manusia mengalami ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi wabah ini, terutama masalah kesehatan, manusia mengisolasi diri dan Jaga jarak (social distancing) untuk menghindar dari virus. Kemudian jarak sosial membawa dampak pada ekonomi mereka.
Saat kebutuhan ekonomi manusia sulit untuk terpenuhi, maka disitulah mulai tumbuh benih modus kejahatan. Ada dua kebutuhan manusia paling mendasar/primer yaitu kebutuhan makan dan kebutuhan sekunder yaitu kesehatan.
Apakah Pandemi COVID-19 benar-benar membawa dunia distopia yang ada di novel-novel menjadi kenyataan ? Apa yang harus kita lakukan ? Dan kenyataannya dunia semakin kacau dan lumpuh gara gara Covid-19.
Sedangkan sebentar lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan. Umat Islam akan mulai melakukan ibadah wajib yaitu ‘puasa’, segala kesibukan duniawi akan ditinggalkan sejenak untuk berpuasa di tengah pandemi ini, kita lupa untuk menyambut datangnya bulan suci ini. Padahal ada makna penting yang dibawa oleh bulan ini ; yaitu ‘harapan atau optimisme’.
Puasa atau shaum yang diwajibkan bagi umat Islam memiliki nilai pendidikan tentang jihad. Jihad dalam hal ini adalah jihad melawan hawa nafsu, serta optimisme. Bagaimana kita harus bersabar menahan rasa lapar, dahaga dan nafsu birahi sepanjang hari dari mulai subuh sampai magrib.
Kepercayaan kita bahwa waktu berbuka akan tiba dengan izin Allah juga merupakan ajaran ‘optimisme’ untuk selalu memandang kedepan dengan pandangan yang baik. Ketika puasa, kita tidak diminta untuk mengeluh kelaparan, ketakutan mati karena haus, hikmah dari ajaran puasa adalah ilmu sabar.
Mari kita resapi makna ini, bersamaan dengan munculnya bulan sabit penanda Ramadhan saat pandemi. Di tengah pandemi yang membatasi gerak dan aktivitas kita, seharusnya puasa Ramadhan kita di tahun-tahun sebelumnya sudah mengajarkan bagaimana kita harus bersabar menghadapi ujian. ‘Good times’ akan selalu memiliki porsinya nanti, dan waktu berbuka dari ujian pandemi ini akan segera datang.
Bersabar bukanlah berdiam diri menunggu takdir. Dalam beberapa ujian ini, memang bersabar untuk berdiam. Tapi di kasus-kasus lainnya, berjihad menghadapi musuh adalah bentuk kesabaran para mujahid (tentara) di medan perang. Bersabar itu bertahan dan konsisten.
‘Lack of conviction’, atau hilangnya keyakinan serta optimisme masyarakat adalah penyebab masalah pandemi ini harus merembet kepada kriminalitas dan juga politik. Orang-orang yang tak yakin akan hari esok mencari berbagai jalan untuk menjadi yakin, meski dengan cara cara haram.
Pandemi COVID-19 harus kita hadapi bersama. Meski tidak boleh diremehkan, tapi pandemi ini juga tidak harus sampai menghancurkan keyakinan kita kepada Allah SWT. Dia Yang Mahakuasa menciptakan pandemi ini untuk mengajarkan kita semua agar bisa bekerjasama dan saling menguatkan keyakinan. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW menganjurkan kita dalam pandemi ini pada al-fa`l; yaitu berkata-kata positif dan berbaik sangka terhadap takdir Allah SWT. Semoga dengan kesabaran, keyakinan yang kuat kita bersama bisa menjalani ibadah puasa ditengah Pandemi ini dengan Hidayah Allah SWT, Aamiin.
Oleh : Wibisono (Penulis adalah pengusaha, pengamat sosial dan kebijakan Publik)