Pekanbaru, (PR)
Masalah kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau dan sekitarnya semakin parah. “Saya barusan menerima kabar dari masyarakat disana kalau di Pekanbaru keadaannya semakin membahayakan untuk manusia,” ujar pengamat infrastuktur dan lingkungan hidup Wibisono pada Putera Riau, Minggu pagi (22/9/2019).
Di beberapa wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Riau saja, kondisi kabut asap semakin pekat. Di Kecamatan Keritang misalnya, pagi Minggu ini (22/09), kondisi udara pengap dan kabut asap bercampur debu bertebaran.
Sabtu siang kemarin (21/09), lahan di Dusun Homebase, Desa Kotabaru Seberida Kecamatan Keritang terbakar dan semakin memperburuk keadaan cuaca. Sayangnya Bupati Indragiri Hilir yang notabene putera asli daerah ini belum ada turun ke lokasi sekitar Kecamatan Keritang.
Simpang bundaran Sei Gergaji dengan kondisi udara buruk
Bupati Inhil dan Gubernur Riau harus bisa menjelaskan pada rakyat terkait di daerah terpapar asap ini apakah masih layak huni ? Tentu harus melibatkan pakar kesehatan dan udara sebelum menyatakannya.
Demikian Kota Pekanbaru dengan kualitas udara buruk hari ini. Apakah Ibukota Propinsi Riau tersebut masih bisa disebut layak huni ?
Seharusnya Ditetapkan Bencana Nasional Kabut Asap
Situasi ini harusnya Pemerintah sudah menetapkan sebagai bencana nasional dan sudah tidak biasa dianggap sepele. Pernyataan Menkopolhukam Wiranto bahwa Karhutla tidak separah yang diberitakan media tidak tepat, dan mengganggap enteng persoalan ini.
Juga pernyataan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko terkait masalah asap yang menyebut musibah datang dari Allah SWT bisa kapan saja dan dimana saja, juga keliru. Kedua pejabat ini seakan melepas tanggungjawabnya sebagai pejabat publik.
Intinya, Presiden Jokowi harus segera mencari solusi dan tegas untuk menindak para pelaku kebakaran, karena akibat kabut asap yang pekat di Riau ini masyarakat makin menderita.
“Pencemaran udara di beberapa wilayah di Riau sudah berada di atas angka 300 atau level berbahaya bagi manusia. Angka ini didapatkan berdasarkan pengamatan peralatan pemantau cuaca yang telah dianalisis dalam angka ISPU,” kata Wibi.
Dampak dari asap ini perekonomian Riau lumpuh, sekolah diliburkan, bandara tutup, dan ribuan warga terjangkit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), terutama banyak anak kecil dan balita terdampak, masihkah mereka layak hidup di wilayah tersebut ?
Menurut catatan BNPB, luas karhutla di Riau mencapai 49.266 hektar. Di antaranya lahan gambut seluas 40.553 hektar dan mineral 8.713 hektar. Karhutla masih terus berlangsung dan mengakibatkan dampak yang luas.
Rekapitulasi Data P3E Sumatera KLHK dan Dinas LHK Provinsi Riau mencatat indeks standar pencemar udara (ISPU) tertinggi di wilayah Pekanbaru 269, Dumai 170, Rohan Hilir 141, Siak 125, Bengkalis 121, dan Kampar 113.
Angka tersebut mengindikasikan kondisi kualitas udara tidak sehat atau berbahaya penunjuk angka 101-199. kualitas udara di wilayah Riau pada kondisi sangat tidak sehat hingga berbahaya.
Data juga menunjukkan kualitas udara di provinsi lain, seperti Jambi (123), Kepulauan Riau (89), Sumatera Selatan (51), Sumatera Barat (46) dan Aceh (14). Kualitas udara yang diukur dengan ISPU memiliki kategori baik (0 – 50), sedang (51 – 100), tidak sehat (101 – 199), sangat tidak sehat (200 – 299), dan berbahaya (lebih dari 300).
Lanjutnya, karhutla adalah pembunuh potensial yang tidak bisa diketahui secara langsung. Membiarkan asap adalah membiarkan kerusakan generasi yang akan datang.
Racun polusi dari kebakaran hutan punya dampak negatif terhadap pertumbuhan anak dan bayi dalam kandungan. Ini dibuktikan oleh hasil riset para peneliti dari Duke University, Amerika Serikat.
Penelitian terbaru berjudul “Seeking Natural Capital Projects: Forest Fires, Haze, and Early-life Exposure in Indonesia” yang dipublikasikan di situs organisasi Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS) menemukan bahwa kebakaran hutan yang terjadi di indonesia berdampak pada pertumbuhan anak.
Polusi asap yang dihasilkan sedemikian buruknya hingga memberi dampak negatif pada pertumbuhan. Penelitian PNAS membuktikan bahwa bahkan anak-anak di dalam rahim dapat terpapar polusi asap, yang berpotensi menghambat pertumbuhan tinggi badan mereka. (beni/pr)