Jakarta, (PR)
Peningkatan ketegangan di Laut Cina Selatan (LCS) akibat saling reaksi China dan Amerika Serikat (AS) beberapa pekan terakhir memantik perhatian banyak kalangan. Unjuk kekuatan militer kedua negara itu dianggap mengancam keamanan dan kebebasan navigasi di wilayah LCS.
Diketahui klaim Pemerintah China atas sebagian besar wilayah LCS sudah berlangsung lama. Bagi Tiongkok wilayah tersebut dianggap sebagai parameter pertahanan dan proyeksi kekuatan China di masa depan. Bagi AS, wilayah LCS juga menjadi daerah yang penting karena berhubungan dengan “pengaruh” dan kepentingan ekonomi AS di Asia Tenggara.
Menurut pengamat militer dan pertahanan, Wibisono mengungkapkan bahwa kalau melihat sejarah Laut China selatan (LS) dianggap tempat memancing nenek moyang (leluhur)nya China. Jika China sudah mengklaim miliknya tidak akan pernah melepas wilayah tersebut kepada negara lain.
“Sebenarnya China tidak bisa mengklaim sepihak atas wilayah tersebut, ini adalah bentuk “proxy war” China terhadap AS dan Asia dalam memperebutkan wilayah untuk kepentingan dagang, militer dan pertahanan. Perang Proxy war antara China dan AS akan berlanjut terus sampai kapanpun, inilah bentuk perang dunia III yang akan terjadi didepan mata,” ujar Wibisono pada Putera Riau, Sabtu (13/06/2020).
Perang ‘Proxy War’ ini sebenarnya sudah lama dilakukan China terhadap AS dan Asia Tenggara dengan cara ‘perang proxy war’. Inipun berlanjut sampai sekarang dengan adanya Pandemi Virus Covid-19, kita ketahui bersama bahwa virus covid-19 asalnya dari mana ?
“Saya pernah menulis tetang teori ‘perang modern’ yang berkembang menjadi ‘Perang Asymetris’ China, terutama tentang ambisinya untuk mensukseskan jalur sutera yang pernah digagas nenek moyangnya sejak jaman kerajaan dulu, yang sekarang dikenal dengan proyek obor disepanjang negara Eropa-Asia,” kata Wibi.
Bagaimana Sikap Pemerintah Indonesia ?
Pemerintah Indonesia dengan politik luar negeri yang ‘bebas aktif’ harusnya ikut berperan aktif dalam menyelesaikan sengketa Laut China Selatan, apalagi nama LS pun telah dirubah dengan nama Laut Natuna Utara. Pihak China tidak bisa mengklaim itu wilayahnya, namun apa daya ? Karena Pemerintah Indonesia sudah tersandera dengan China.
“Ini terbukti dengan menandatangi MoU 23 proyek obor di Beijing China pada bulan April 2019 lalu. Jadi kita sudah gak berkutik sama China,” ulas Wibisono.
Sedangkan anggaran pertahanan RI juga tidak memadai untuk bisa berperang secara terbuka, jadi sekarang apakah kita hanya pasrah atau hanya menjadi penonton ?
AS akan kesulitan melawan China
Sementara itu menurut anggota Komisi I DPR RI, Sukamta mengatakan Indonesia perlu mengambil sikap terhadap konflik yang “menguap” di LCS. Pemerintah menurutnya perlu meningkatkan keamanan di LCS mengingat wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan LCS. Ia berpandangan Indonesia tidak perlu masuk ke arena konflik China-AS mengingat politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Namun peran aktif harus terlihat dalam menjaga masuknya pihak lain ke wilayah kedaulatan Indonesia.
“Fokus kita amankan wilayah Indonesia. Pedoman kita atas wilayah laut adalah keputusan United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut PBB. Termasuk wilayah Indonesia adalah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE) yaitu kawasan yang berjarak 200 mil dari pulau terluar, dalam hal ini Natuna. Cina sebagai bagian dari UNCLOS, harus menghormati keputusan ini,” ujar Sukamta dalam keterangannya pada Gatra.com, Jumat (12/6).
Ia mengingatkan beberapa kali terjadi insiden kapal-kapal nelayan dengan kawalan cost guard China masuk ke Laut Natuna Utara yang merupakan wilayah Indonesia. Hal itu menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap wilayah perairan Indonesia sehingga mudah “dijamah” pihak lain.
“Kedaulatan wilayah Indonesia harus jadi prioritas paling utama untuk diamankan. Pemerintah melalui Panglima TNI perlu kerahkan kapal perang dan pesawat pengintai di Laut Natuna Utara untuk mengantisipasi terulangnya kembali pelanggaran oleh kapal-kapal asing ke wilayah Indonesia. Reaksi yang kuat dari pemerintah akan jadi sinyal bagi Cina dan negara manapun untuk tidak coba-coba secara ilegal masuk wilayah Indonesia,” pungkas Wakil Ketua Fraksi PKS itu. (beni/pr/rls)