fbpx
Example 728x250
Sumatera Barat

Penuh Kontroversi, Proyek Geothermal Solok Kembali Tertunda

871
×

Penuh Kontroversi, Proyek Geothermal Solok Kembali Tertunda

Sebarkan artikel ini

Solok, (PR)

Ratusan warga memadati lokasi yang menjadi pintu masuk kawasan eksplorasi di blok Bukit Kili-Gunung Talang pada Jumat lalu (16/11). Kondisi memanas di kawasan tersebut setelah hadirnya personel Brimob Polda Sumbar di lokasi.

Meski beberapa saat kemudian, seluruh personel Brimob Polda Sumbar yang tidak dilengkapi dengan senjata tersebut ditarik ke Padang. Namun, warga yang mengatas namakan sebagai masyarakat Salingka Gunung Talang tetap menggelar aksi demo.

Tuntutan warga adalah agar proyek eksplorasi geothermal di Batu Bajanjang dihentikan. Mereka juga menuntut pencabutan tuntutan terhadap 12 warga yang menjadi tersangka pembakaran mobil survey PT Hitay Daya Energy (PT HDE) pada November 2017 lalu. Dari 12 warga tersebut, 3 tersangka telah divonis bersalah. Sementara 9 warga lainnya, masuk menjadi daftar pencarian orang (DPO).

Hanya beberapa saat kemudian, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, mengeluarkan opernyataan di laman facebook yang meminta Polda Sumbar menghentikan upaya pembekingan terhadap PT HDE yang akan melakukan eksplorasi energi panas bumi untuk pembangkit listrik.

Masyarakat yang mengklaim berasal dari Salingka (sekeliling) Gunung Talang saat ini tengah berjuang mempertahankan tanah ulayat dan lahan pertaniannya dari proyek geothermal yang berpotensi merusak lingkungan dan sumber penghidupannya. LBH Padang juga menyatakan hadirnya puluhan personil kepolisian ini yang akan membekingi PT HDE dalam melakukan aktivitas eksplorasi geothermal telah mengintimidasi masyarakat.

Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nagari Batu Bajanjang, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Bujang M Nur, menyatakan tidak ada intimidasi yang dilakukan oleh aparat maupun dari PT HDE.

Menurutnya, intimidasi justru dirasakan oleh masyarakat yang mendukung pembangunan di Nagari mereka karena berbeda pandangan dengan pendemo. Padahal mayoritas masyarakat Nagari Batubajanjang yang berada paling dekat dengan lokasi poyek pembangunan Pemerintah ini mendukung berjalannya proyek dan siap berkontribusi dalam proyek tersebut.

Bujang M Nur juga menegaskan bahwa lokasi proyek geothermal di Nagari Batu Bajanjang tersebut, sebagian besar berada di kawasan hutan lindung yang merupakan tanah Negara. Selebihnya, pekerjaan proyek akan memperbaiki kondisi jalan umum menuju lokasi yang rencananya akan menjadi kantor proyek di atas lahan yang hanya seluas 2 Ha lahan.

Lahan tersebut merupakan hak ulayat ninik mamak Nagari Batubajanjang yang juga sudah merestui penggunaan lahan untuk proyek Negara ini. Menurutnya, tidak ada lokasi proyek di atas lahan pertanian warga seperti yang saat ini diwacanakan oleh pendemo.

“Tidak ada perlawanan dari pihak PT HDE, maupun dari aparat Polda Sumbar, karena aparat berada sangat jauh dari lokasi demo warga. Jadi, kalau ada yang bilang masyarakat diintimidasi oleh aparat, itu berita tidak benar. Isu yang menyatakan bahwa lokasi eksplorasi tersebut berada di tanah masyarakat, adalah tidak benar. Lokasi eksplorasi sebagian besar berada di hutan lindung atau tanah negara,” ujarnya.

Walinagari Batu Bajanjang, Rahmudin, menyatakan pihaknya meminta sikap tegas dari Pemkab Solok dan Pemprov Sumbar terhadap program ini. Menurut Rahmudin, isu-isu negatif berupa ancaman terhadap masyarakat yang pro terhadap pembangunan di nagari, sangat mengganggu aktivitas mereka.

Akibatnya, baik warga yang pro pembangunan maupun yang kontra, banyak yang tidak lagi ke ladang. Bahkan, menurutnya, lalu lintas orang luar Nagari Batu Bajanjang menjadi tidak terkendali, karena dengan mudahnya keluar masuk Nagari Batu Bajanjang hingga menggelar demo di nagari tersebut, kebanyakan mereka adalah warga dari nagari dan daerah lain.

“Jika ini memang proyek strategis nasional, Pemkab Solok dan Pemprov Sumbar harus tegas. Kalau proyek ini dibutuhkan masyarakat, maka harus dilanjutkan dan segera selesaikan permasalahan di masyarakat. Sebaliknya, jika proyek ini bermasalah dan akan merusak lingkungan, hentikan proyek ini segera. Jangan sampai, adanya rencana proyek untuk mensejahterakan rakyat, karena masalah berlarut, membuat masyarakat resah dan terancam terpecah-belah,” tegasnya.

Menanggapi hal ini, Senior Project Manager PT HDE, Novianto, berharap peran aktif dari pemerintah untuk turun tangan meluruskan persoalan. Sehingga, persoalan ini tidak berlarut-larut. Pihaknya mengaku, sebagai kontraktor, PT Hitay justru menjadi pihak yang dirugikan, karena mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan oleh pemerintah, namun mendapat penolakan dari masyarakat.

“Terkait dengan sosialisasi, PT HDE telah menggelar serangkaian kegiatan sosialisasi dengan berbagai macam cara dan berbagai macam pemangku kepentingan. Mulai dari menggelar forum masyarakat, focus group discussion, door to door dengan melibatkan Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan hingga Nagari serta mengajak para ahli dari perguruan tinggi. Namun demikian, usaha sosialisasi bukannya tanpa tantangan, berita-berita hoax seputar pengembangan panas bumi yang menakut-nakuti masyarakat terus disebarkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini telah membuat masyarakat awam menjadi bingung,” ujarnya.

Novianto juga menjelaskan, saat ini Indonesia telah memproduksi energi panas bumi terbarukan sampai 2.000 MW. Bahkan di Garut, Jawa Barat produksi energi panas bumi telah berjalan selama 30 tahun. Bahkan, jika proyek eksplorasi geothermal tersebut merusak lingkungan, menurut Novianto, tentu akan ada tuntutan terhadap proyek yang sudah berlangsung puluhan tahun tersebut. Bahkan di luar negeri, energi geothermal menjadi primadona, karena merupakan energi terbarukan dan dampak negatifnya sangat kecil, bahkan hampir tidak ada dampak negatif.

“Kalau memang energi geothermal merusak lingkungan kenapa yang sudah produksi 2.000 MW itu tidak dituntut,” ujarnya.

Sementara terkait tuntutan untuk mencabut laporan terhadap kasus yang kini membuat 3 warga yang kini ditahan dan 9 orang DPO, Novianto tidak mau berkomentar banyak karena tuntutan tersebut salah alamat. Hal tersebut bukanlah wewenang dan bukan dalam kapasitas perusahaan. “Saya bukan orang hukum, mungkin LBH Padang lebih paham duduk persoalan yang ada sekarang,” tutup Novianto.

Novianto, juga menyatakan pihaknya akan mendalami keinginan dan kendala proyek strategis tersebut di Kabupaten Solok. Menurutnya, Solok Selatan yang juga dibuka proyek geothermal tersebut, justru tidak ada penolakan. Bahkan dengan kapasitas yang lebih besar. “Berkat sinergitas dengan Pemkab Solsel, tidak ada penolakan dari masyarakat. Padahal, di sana kapasitasnya mencapai 80 megawatt. Sementara di Solok hanya 20 megawatt. Kita berharap masalah ini bisa cepat selesai dan kami bisa mengambil sikap tentang proyek ini di Kabupaten Solok dan Sumbar,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia, Hasanudin, menyebutkan pemerintah menetapkan Blok Bukit Kili-Gunung Talang, sebagai wilayah kerja panas bumi (WKP) pada 2014 berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 2777 K/30/MEM/2014. Penetapan itu, kemudian ditindaklanjuti dengan lelang. Berdasarkan pertimbangan teknis, adminstrasi, keuangan dan penawaran harga tenaga listrik, diputuskan pemenang lelang konsorsium adalah PT. HDE. Pada 23 Februari 2017, terbit izin panas bumi kepada PT HDE sebagai Independen Power Producer (IPP) yang resmi mendapatkan penugasan pemerintah untuk penyediaan listrik kapasitas 20 MW.

“Berdasarkan UU Nomor 21/2014 tentang Panas Bumi, pengusahaan panas bumi bukan termasuk pertambangan, namun pemanfaatan jasa lingkungan. Kekhawatiran kerusakan lingkungan, pencemaran air, tak akan terjadi. Air pembangkit listrik nanti berasal dari kedalaman di bawah 1.000 meter, hingga tak akan memberi dampak bagi ketersediaan air tanah masyarakat,” ujarnya.

Hasanudin menambahkan, Terkait dengan adanya pendampingan pihak kepolisian dalam proyek, hal ini merupakan prosedur yang baku dalam pelaksanaan proyek nasional. Kepolisian berperan penting untuk melindungi para pekerja proyek dan juga penduduk sekitar proyek agar poyek dapat berjalan lancar dan warga sekitar dapat tetap berkegiatan dengan aman.

Ia juga menyesalkan banyaknya infomasi yang menyesatkan yang bersifat hoax berkembang di masyarakat mulai dari isu lahan, lingkungan dan juga isu pengamanan. Menurutnya, infomasi hoax yang disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab inilah yang menyebabkan terjadinya penolakan. Padahal, hasil dari pengusahaan panas bumi sebagian besar justru akan dinikmati oleh daerah penghasil.

Ia menambahkan, di luar negeri, panas bumi telah didukung oleh LSM-LSM internasional yang begerak di bidang lingkungan hidup seperti, WWF dan Greenpeace karena sifatnya yang ramah lingkungan, serta sudah diterapkan di Negara dengan potensi panas bumi yang besar antara lain Jepang, Selandia Baru, Filipina dan Amerika Serikat tanpa ada masalah lingkungan dan sosial. (zulfahmi/hms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *