Oleh : Wibisono
Pekan ini publik dikagetkan dengan pergantian Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sri Mulyani yang secara profesional dan segudang pengalaman yang tidak diragukan lagi bagi pelaku ekonomi tanah air, dan menjadi simbol kepercayaan market dan dunia dalam bidang ekonomi fiskal kini telah tergusur.
Saya tidak menyoroti pergantian ini, siapapun Menteri keuangannya itu tidak penting, tapi saya menyoroti fenomena yang fundamental yakni praktek ekonomi kapitalistik dan praktik korupsi yang sudah menjadi budaya pejabat pemerintahan yang sangat memperihatinkan.
Korupsi masih menjadi tantangan terbesar reformasi birokrasi di Indonesia, selain persoalan terkait demokrasi, radikalisme dan terorisme, serta intoleransi. Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terkait Reformasi Birokrasi, mengenai persepsi korupsi, demokrasi, dan intoleransi di kalangan pegawai negeri sipil. Dari responden pegawai negeri sipil (PNS) yang diwawancarai, praktik korupsi dinilai mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir.
Kelemahan bangsa ini adalah dalam hal menjahit narasi anti korupsi dan gerakan anti korupsi dalam penegakan hukum yang yang berkeadilan dan tidak tumpul keatas tapi tajam kebawah, kebocoran APBN atas perilaku koruptif sangat menggangu ekonomi fiskal kita.
Salah satu narasi yakni menciptakan Budaya Integritas yang bertujuan untuk menciptakan budaya antikorupsi di Indonesia dengan menanamkan nilai integritas, kejujuran, dan akuntabilitas.
Presiden Prabowo harus serius dan sungguh sungguh dalan penegakan hukum terkait korupsi ini, presiden harus berani bersih bersih Kabinet yang sudah ada indikasi korupsi, Kisah pejabat yang jujur dan punya kredibilitas akan menjadi contoh bahwa setiap individu, bahkan di lingkungan yang paling bawah dapat berkontribusi nyata dalam melawan korupsi.
Pencegahan dan Edukasi
dapat dilakukan edukasi antikorupsi yang berdampak positif bagi masyarakat, mulai dari hal-hal kecil di lingkungan rumah tangga hingga tingkat negara, sehingga pidato presiden Prabowo yang akan mengejar pelaku korupsi sampai ke Antartika tidak sekedar omon omon.
Penulis: Pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN).***