Jakarta, (PR)
Akhir-akhir ini terjadi perseteruan dua Jenderal antara Menkopolhukam Wiranto dan mantan Kaskostrad Kivlan Zein yang telah menemui babak baru yaitu gugatan perdata senilai 1 trilyun.
Seperti diketahui, Kivlan Zein melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, 5 Agustus 2019 lalu, terkait pembentukan PAM Swakarsa tahun 1998.
“Saya menyesalkan perseteruan ini, karena akan membuka luka lama. Saya berharap ada jalan damai karena akan buang-buang energi saja, sudahlah berdamai saja Jenderal,” ujar pengamat militer Wibisono menanggapi pertanyaan awak media di Jakarta (25/8/2019).
Dari yang saya baca di sejumlah media, materi gugatan peristiwa yang dijadikan bahan tuntutan Kivlan ke PN Jaktim adalah terjadi peristiwa di tahun 1998. Saat itu, Wiranto memerintahkan Kivlan untuk membentuk PAM Swakarsa dengan total pembiayan Rp 8 miliar.
Namun, Wiranto hanya memberikan Rp 400 juta kepada Kivlan. Akibatnya Kivlan harus menggunakan dana pribadinya untuk menutupi kekurangan anggaran pembentukan PAM Swakarsa.
Di sisi lain, Presiden BJ Habibie rupanya telah menyetujui kucuran dana untuk membentuk PAM Swakarsa, yakni sebesar Rp 10 miliar. Uang tersebut berasal dari dana non budgeter Badan Urusan Logistik (Bulog) dan sudah ada putusan Pengadilan yang telah memvonis mantan Kabulog Rahadi Ramelan.
Menurut pengacara KZ Tonin, kliennya sempat menagih dana tersebut saat pertemuan di kediaman Habibie,
Dalam pertemuan itu, Habibie pun menegaskan bahwa ia telah memberikan uang Rp 10 miliar kepada Wiranto.
“Sementara dari Bulog dikucurkan ada Rp 10 miliar. Pak Habibie sendiri yang menyatakan seperti itu,” tutur dia.
“Seandainya tergugat (Wiranto) tidak menyuruh penggugat (Kivlan) untuk membuat pengamanan dalam bentuk PAM Swakarsa maka rumah, mobil dan barang berharga tidak pernah dijual. Demikian juga nama baik dari tempat-tempat yang terjadi utang serta tidak perlu meminta dana bantuan dari berbagi pihak,” kata Tonin.
Sidang perdana sudah digelar pada Kamis 15 Agustus 2019 yang lalu, dan diputuskan untuk tahap mediasi dalam waktu sebulan.
PAM Swakarsa diketahui merupakan kelompok sipil bersenjata tajam yang dibentuk untuk membendung aksi mahasiswa sekaligus mendukung Sidang Istimewa MPR (SI MPR) tahun 1998.
Selama Sidang Istimewa MPR, PAM Swakarsa berkali-kali terlibat bentrokan dengan para pengunjuk rasa yang menentang SI juga terlibat bentrokan dengan masyarakat yang merasa resah dengan kehadiran PAM Swakarsa.
Terkait Perseteruan Kivlan Zen dan Wiranto soal PAM Swakarsa ini, Wiranto mempersilakan Kivlan Zen gugat dirinya terkait Pamswakarsa ini.
Sementara itu Komnas HAM dan Kontras mencermati gugatan Mayjen (Purn) Kivlan Zen terhadap Jenderal (Purn) Wiranto di Pengadilan Negeri Jakarta Timur terkait pembentukan Pam Swakarsa tahun 1998 silam.
Komnas HAM akan mencari celah apakah gugatan Kivlan itu dapat menjadi pintu masuk pihaknya untuk menelusuri dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi pada tahun-tahun tersebut atau tidak.
Diberitakan juga, Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) meminta Komnas HAM menindaklanjuti gugatan Kivlan Zen terhadap Wiranto terkait pembentukan pasukan pengamanan masyarakat swakarsa.
Sedangkan menurut Deputi Kordinasi Kontras Feri Kusuma mengatakan bahwa gugatan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen terhadap Jenderal TNI (Purn) Wiranto terkait pembentukan Pam Swakarsa tahun 1998 menguatkan pandangan bahwa dugaan pelanggaran HAM pada tahun-tahun tersebut melibatkan aktor-aktor negara.
“Dalam peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, semakin menguatkan keterlibatan Wiranto dan Kivlan Zen pada pelanggaran HAM berat di masa lalu,” kata Feri di Kantor Kontras, Senen Jakarta Pusat, pada Kamis lalu (15/8/2019).
“Saya berharap dua Jendral ini segera damai saja untuk memberi contoh yang baik buat generasi bangsa. Persoalan peristiwa masa lalu ini toh sudah terjadi, kalau ada kaitan ada dana yang timbul dan salah satu merasa tidak adil, maka bisa diselesaikan dengan damai “win win solution”, daripada buka-bukaan di Pengadilan, angka 1 trilyun itu ga sedikit lho ? Saya yakin bisa diselesaikan secara musyawarah mufakat,” pungkas Wibisono. (beni/pr)