PUTERARIAU.com | JAKARTA,
Ketentuan yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja yakni Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah dirilis oleh pemerintah.
Dalam Bab V berisi tentang ketentuan PHK, dimana tercantum pada bagian kesatu yang mengatur tentang tata cara pemutusan hubungan kerja (PHK). Selanjutnya pada bagian kedua diatur hak akibat dari PHK.
“Dalam hal terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar Uang Pensangon dan/atau Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Uang Penggantian Hak yang seharusnya diterima,” demikian kutipan dari Pasal 39 ayat (1) RPP dari laman uu-ciptakerja.go.id, Minggu (31/1/2021).
Selanjutnya pada ayat (2) dan masih pada pasal yang sama, diatur juga mengenai ketentuan uang pesangan berdasarkan masa kerja. Sementara itu, untuk ayat (3) pada pasal tersebut mengatur tentang uang penghargaan masa kerja dan ayat (4) diatur tentang uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh tenaga kerja.
Namun dalam aturan tersebut, ada ketentuan di mana pengusaha bisa membayar pesangon tidak penuh kepada pekerjanya sesuai dengan kondisi yang terjadi perusahaan saat itu. Seperti terjadinya masalah pengambilalihan perusahaan, perusahaan mengalami kerugian, atau perusahaan tutup dikarenakan keadaan yang memaksa (force majeur), maka perusahaan bisa tidak membayarkan pesangon secara penuh.
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 43 ayat (1) yang berbunyi Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan tutup yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun atau mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama 2 (dua) tahun maka Pekerja/Buruh berhak atas ;
- Uang Pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 39 ayat (2);
- Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 39 ayat (3); dan
- Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (4).
“Namun jika perusahaan tutup karena keadaan memaksa atau (force majeur), namun tidak mengakibatkan perusahaan tutup, maka pekerja atau buruh berhak atas; a. Uang Pesangon sebesar 0,75 (nol koma tujuh puluh lima) kali ketentuan Pasal 39 ayat (2); b. Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 39 ayat (3); dan c. Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (4),” demikian bunyi Pasal 44 ayat (2).
Terkait pekerja atau buruh yang akan mendapatkan pesangon penuh jika pemutusan hubungan kerja dilakukan karena perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan perusahaan. Juga jika PHK dilakukan karena pengambilalihan perusahaan.
Selain itu, pesangon penuh juga diberikan jika PHK dilakukan karena pemutusan kerja dilakukan karena perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah kerugian.
“Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan tutup yang disebabkan bukan karena Perusahaan mengalami kerugian maka Pekerja/Buruh berhak atas: a. Uang Pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 39 ayat (2); b. Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 39 ayat (3); dan c. Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (4),” demikian Pasal 43 ayat 2 aturan tersebut.
Hingga saat ini pemerintah sedang menyusun RPP dan rancangan peraturan presiden (Perpres) sebagai aturan turunan Undang-undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Rencananya seluruh aturan turunan tersebut akan dirilis pada pekan depan.[pr]