PUTERARIAU.COM – Ada pemandangan tak biasa terjadi di salah satu pulau di Taman Nasional Komodo,Pulau Rinca, saat seekor komodo tampak berhadap – hadapan dengan truk proyek yang akan melintas. Salah satu kawasan yang mengalami perubahan sejak disulap besar – besaran oleh pemerintah dan investor swasta sebagai destinasi wisata premium.
Proyek “Jurassic Park” di Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini tengah ramai jadi perbincangan di media sosial usal munculnya foto seekor komodo yang menghalau laju sebuah truk dan hanya berjarak beberapa meter dari bagian depan truk yang membawa material proyek. Truk pengangkut material tersebut merupakan bagian dari proyek pembangunan geopark yang digadang – gadang pemerintah bakal menjadi Taman Nasional Komodo serupa dengan Jurassic Park.
Penolakan atas proyek tersebut menjadi topik populer di twitter dengan tagar #savekomodo. Berbagai kalangan menganggap proyek pembangunan tersebut akan merusak habitat asli komodo, dan menyingkirkan penduduk setempat, serta proyek tersebut dilakukan hanya demi kepentingan investasi.
Namun, tidak banyak yang mengetahui ide proyek tersebut bukan rencana baru di era pemerintahan Joko Widodo. Rencana proyek tersebut sudah berlangsung sejak lama. Pengembangan Tanam Nasional Komodo (TNK) menjadi destinasi bermula dari dikeluarkannya Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2010 tentang izin pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Permen yang dikeluarkan pada tahun 2010 itu merupakan payung bagi perusahaan – perusahaan swasta berinvestasi di lebih 54 taman nasional di Indonesia.
Melalui beleid itu pula, dua perusahaan punya payung hukum untuk mengelola kawasan konservasi yang juga rumah alami bagi satwa endemik komodo dan beragam satwa lainnya itu. Pertama, PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) mendapat konsesi lahan 426,7 hektar di Pulau Padar dan Pulau Komodo lewat SK Menteri Kehutanan 796/MENHUT-II/2014 yang dikeluarkan pada 29 September 2014.
Kedua, PT Segara Komodo Lestari (SKL) mendapatkan izin pengelolaan lahan 22,1 hektar di Pulau Rinca berdasarkan surat BKBKPM nomor 7/1/IUPSWA/PMDN/2015 dan SK Balai Taman Nasional Komodo nomor 169/T.17/TU/KSA/04/2018. SK terakhir, berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), merupakan izin Penyediaan Sarana Wisata Alam dengan masa kontrak 52 tahun.
Pada tahun 2018, masyarakat setempat yang mengetahui izin pengelolaan kepada dua pihak swasta tersebut melakukan penolakan sehingga eksekusi batal dilakukan. Namun tak ada kejelasan apakah izin dua perusahaan tersebut tetap dilanjutkan atau dicabut.
Kemudian pada 2019, KLHK menerbitkan Permen baru nomor P.8/MENLHK/Setjen/KUM.1/3/2019 tentang izin pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Permen tersebut merupakan revisi atas permen sebelumnya yang terbit pada 2020.
Melalui regulasi ini, seluruh proses perizinan IPPA melalui sistem online single submission (OSS). Selain itu, KLHK berbagi otoritas dengan Kementerian Maritim dan Investasi, Kementerian Pariwisata dan Pemerintah NTT untuk menata Pulau Komodo jadi destinasi wisata ekslusif. (***)
sumber : cnn