Jakarta, (PR)
Ekonomi dunia saat ini disebut sedang dihantui oleh resesi. Saat ini pertumbuhan ekonomi dunia dalam beberapa tahun terakhir sangat mengkawatirkan.
Pengamat Infrastruktur dan pelaku usaha Nasional, Wibisono SH MH menanggapi pertanyaan Putera Riau di Jakarta, Jumat (6/9/2019) mengatakan bahwa meskipun ekonomi global belum masuk ke krisis, namun sudah menunjukkan perlambatan atau sudah mendekati lampu merah.
Lanjutnya, perlambatan ekonomi global ini harus diantisipasi sedini mungkin, agar perekonomian global tidak semakin buruk dan benar-benar menuju di ambang resesi yang ekstrim bahkan negatif.
“Negara negara seperti Argentina, Turki, Venezuela dan Brazil. Kemudian beberapa negara di Asia seperti China, Singapura, India, Thailand dan Malaysia juga mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi karena efek negatif dari ‘trade war,” kata Wibi.
Sementara itu Presiden Jokowi telah mengumpulkan para Menteri dan pejabat ekonomi. Jokowi memimpin rapat terbatas (ratas) untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian dunia.
Rapat dihadiri Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, dan beberapa pejabat lainnya.
Jokowi meminta Kementerian/lembaga yang terkait bersiap-siap. Tujuannya supaya jika itu benar-benar terjadi bisa dihadapi oleh Indonesia. “Oleh karenanya payung harus kita siapkan. Kalau hujannya besar kita nggak kehujanan,” ujarnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa ekonomi dunia telah terkonfirmasi melemah dan risikonya bakal makin meningkat. Kondisi ekonomi dunia confirm melemah dan ini risikonya bahkan makin meningkat. Ini muncul di dalam statement ataupun indikator eskalasi di dua bulan terakhir ini.
Wibisono menambahkan, perlambatan ekonomi dunia semakin terasa. Data-data ekonomi di berbagai negara terus saja mengkhawatirkan Dia menyebut, Jerman, Singapura, negara Amerika Latin seperti Argentina dalam masa krisis. Meksiko, Brasil, juga dalam situasi sulit.
“Amerika Latin, Eropa, China, dan bahkan kawasan Asia sendiri termasuk India yang jadi motor penggerak ekonomi di pasar berkembang juga mengalami pelemahan,” ujarnya.
Lebih Lanjut grafik transaksi berjalan semakin merosot, bahkan sudah mencapai lebih dari usd 8 miliar. Kondisi CAD pada kuartal II-2019 sebesar usd 8,4 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini adalah angka yang sangat mengecewakan kita semua, ulasnya
Sedangkan Indikator mikro juga tak kalah mengkawatirkan, seperti slow down sektor ritel yang diprediksi akan terus terpuruk. Daya beli dan consumer good juga masih akan terjun bebas, Begitu pun dengan properti yang diprediksi akan terjungkal, kecuali untuk beberapa segment. Kemudian di level korporasi, mulai terjadi peningkatan gagal bayar (default).
“Indonesia kini berada dalam tahap “creeping crisis” atau sedang “merangkak” untuk sampai pada kondisi krisis beneran. Sedangkan para Ekonom yang lain menyebut Indonesia amat rentan terhadap krisis,apalagi kalo wacana pemindahan Ibukota akan semakin membuat ketidakpastian,” pungkas Wibi. (beni/pr)