Jakarta, (puterariau.com)
Anak bangsa akan banyak jadi penonton di negeri sendiri, bahkan jadi pecundang jika serbuan tenaga kerja asing tak dibatasi, bahkan diperbanyak oleh Pemerintah. Salah satunya akan terjadi pada sektor Migas yang nantinya akan dikelola oleh TKA secara mayoritas.
Kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang telah mencabut Permen Nomor 31 Tahun 2013 tentang ketentuan dan tata cara penggunaan tenaga kerja asing dan pengembangan tenaga kerja Indonesia pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi menuai protes dari berbagai macam pihak.
Kebijakan tersebut secara nyata akan menyebabkan semakin membludaknya tenaga kerja asing bekerja di perusahaan minyak dan gas bumi yang ada di Indonesia.
Korwil Federasi MITAKIKEF DPP K-Sarbumusi, Nofels SH MH menyatakan bahwa tenaga kerja Indonesia yang ahli di bidang Permigasan bukan semata-mata menjadi tanggung jawab dari Kementerian ESDM, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab dari SKK Migas.
“F-MITAKIKEF Sarbumusi minta SKK Migas sebagai salah satu pihak yang memegang regulasi pada sektor migas memikirkan kondisi tenaga kerja Migas di Indonesia,” ungkap nofel, di Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Nofels menyebutkan bahwa SKK Migas perlu menjelaskan keadaan yang sesungguhnya kepada Presiden Jokowi terkait dengan tenaga kerja Indonesia pada sektor migas yang masih belum terserap secara optimal.
“Ya semestinya SKK Migas memberikan masukan ke Pemerintah dalam hal ini Presiden dan tidak menerima saja apa maunya istana,” lanjutnya. Selain itu Nofels menilai Pemerintah begitu gegabah telah mencabut Permen 31/2013.
“Pemerintah sekarang ini sangat gegabah mengelola negara tidak tau lagi mana yang harus dilakukannya, tidak melihat kebijakan tersebut akan membuka peluang bagi tenaga asing untuk masuk ke Indonesia, sementara banyak anak bangsa yang mengganggur setelah lulus Universitas,” katanya.
Tidak hanya itu, Nofel menambahkan dirinya masih melihat bahwa pegawai SKK Migas tidak memahami tentang sektor Migas. Sehingga hal tersebut berdampak pada pengelolaan kelembagaan yang masih amburadul.
“Kami melihat pegawai SKK Migas tidak memahami tentang sektor permigasan yang ada di Indonesia. Mereka tidak berkualitas dan tidak mempunyai kapasitas untuk mengelola insitusi Migas itu sendiri,” pungkasnya. (beni/fadil/rls)