Pemerintah mulai mewacanakan kebijakan new normal (Normal Baru). Kebijakan “new normal” ini akan menjadi ujian bagi efektivitas langkah Pemerintah dalam mengatasi kondisi ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Menurut pengamat kebijakan publik Wibisono pada Putera Riau Jumat malam (29/5/2020), bahwa kebijakan new normal ini akan menjadi indikator penting dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sehingga Kebijakan PSBB yang diambil selama ini memang telah melahirkan ‘Trade Off’ antara kesehatan dan ekonomi masyarakat.
Pemerintah sendiri saat ini juga sudah menyiapkan ‘aturan’ untuk menjalani new normal atau kenormalan baru. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah menyiapkan protokol kesehatan terkait kehidupan new normal lewat Surat Edaran nomor HK.02.01/MENKES/335/2020 tentang pencegahan penularan virus Corona di tempat kerja sektor usaha dan perdagangan dalam mendukung keberlangsungan usaha.
Perlu diketahui, istilah new normal atau kenormalan baru, terkadang juga disebut kewajaran baru atau kelaziman baru, adalah sebuah istilah dalam bisnis dan ekonomi yang merujuk kepada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan (2007-2008), resesi global (2008–2012), dan pandemi COVID-19 saat ini. Istilah tersebut dipakai pada berbagai konteks lain untuk mengimplikasikan bahwa suatu hal yang sebelumnya dianggap tidak normal atau tidak lazim. Tapi apa cocok diterapkan di Indonesia dalam masa PSBB ini ? sedangkan kurva korban ODP-PDP belum turun, dan yang meninggal belum mencapai puncaknya, malah cenderung meningkat tajam pasca lebaran.
“Saya rasa wacana new normal ini terlalu terburu-buru, mengingat peningkatan kasus positif covid-19 masih cukup tinggi, sehingga masih diperlukan kajian terutama untuk membuat roadmap, hingga aturan regulasi agar bisa tegas melaksanakan protokol kesehatan,” kata Wibi.
Menurut data dari BNPB, per 27 Mei 2020, terjadi penambahan 686 kasus, sehingga totalnya sejak 2 Maret 2020 hingga kemarin (27 mei 2020) ada 23.851 kasus COVID-19 di Indonesia.
Selama bulan ini, berdasar laporan harian justru ada penambahan tertinggi yakni 973 pada 21 Mei. Laporan kasus memang menurun sejak saat itu, tapi tak mengindikasikan kurva melandai. Hal ini dibuktikan dengan 21 laboratorium di daerah yang belum melaporkan hasil pemeriksaan spesimen pada 27 Mei 2020 pukul 12.00 WIB. Padahal laporan harian berdasar akumulasi pemeriksaan spesimen 87 laboratorium di seluruh Indonesia.
“Dari uraian saya diatas, maka Wacana ‘New Normal’, kenyataannya corona belum dapat ditaklukkan oleh Pemerintah Indonesia yang ingin ‘berdamai’ dengan corona, seperti pada pernyataan Presiden Joko Widodo yang menegaskan keinginan untuk hidup ‘berdampingan’ dengan Corona belum bisa tercapai,” pungkas Wibisono. (beni/pr)