Jakarta, (PR)
Masalah kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Riau selalu terulang setiap tahunnya. Bencana ini akibat ulah tangan manusia baik individu ataupun korporasi yang sengaja membakar hutan untuk membuka lahan baru, terutama di lahan lahan gambut, ujar pengamat pangan dan lingkungan hidup, Wibisono pada Putera Riau di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Menurutnya, situasi ini sudah tidak biasa dianggap sepele. Presiden Jokowi harus tegas untuk menindak para pelaku kebakaran karena akibat kabut asap yang pekat di Riau ini, masyarakat makin menderita. Bencana ini dari tahun ke tahun tanpa solusi yang serius dari Pemerintah. Saat ini jarak pandang bahkan hanya berkisar 200 meter, udara dalam keadaan bahaya untuk di hirup manusia.
“Pencemaran udara di 8 wilayah Riau sudah berada di atas angka 300 atau level berbahaya bagi manusia. Angka ini didapatkan berdasarkan pengamatan peralatan pemantau cuaca yang telah dianalisis dalam angka ISPU,” kata Wibi yang prihatin atas kondisi ini.
Sebagaimana diketahui, peristiwa tahunan kabut asap dan kebakaran hutan dan lahan di Riau bukan terjadi kali ini saja, tapi sudah berulang kali. Tidak pernah ada terdengar perusahaan yang disanksi berikut dikembalikan pada rakyat dan daerah.
“Peristiwa ini selalu berulang setiap tahunnya. Kilas balik, pada 2015-2016, hutan di kawasan Riau pernah mengalami kebakaran yang cukup parah yang juga mengakibatkan terjadinya kabut asap sampai ke negara tetangga,” imbuhnya.
Saat itu, kebakaran yang terjadi mengakibatkan 5.595 hektar lahan dan hutan terbakar. Dampaknya, perekonomian Riau lumpuh, sekolah diliburkan, bandara tutup, dan ribuan warga terjangkit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), terutama banyak anak kecil dan Balita terdampak.
Menurut catatan BNPB, luas karhutla di Riau mencapai 49.266 hektar. Di antaranya lahan gambut seluas 40.553 hektar dan mineral 8.713 hektar. Karhutla masih terus berlangsung dan mengakibatkan dampak yang luas.
Rekapitulasi data P3E Sumatera KLHK dan Dinas LHK Provinsi Riau mencatat indeks standar pencemar udara (ISPU) tertinggi di wilayah Pekanbaru 269, Dumai 170, Rohan Hilir 141, Siak 125, Bengkalis 121, dan Kampar 113.
Angka tersebut mengindikasikan kondisi kualitas udara tidak sehat atau berbahaya penunjuk angka 101-199. Kualitas udara di wilayah Riau pada kondisi sangat tidak sehat hingga berbahaya.
Data juga menunjukkan kualitas udara di Provinsi lain, seperti Jambi (123), Kepulauan Riau (89), Sumatera Selatan (51), Sumatera Barat (46) dan Aceh (14). Kualitas udara yang diukur dengan ISPU memiliki kategori baik (0 – 50), sedang (51 – 100), tidak sehat (101 – 199), sangat tidak sehat (200 – 299), dan berbahaya (lebih dari 300).
Lanjutnya, Karhutla adalah pembunuh yang tidak bisa diketahui secara langsung. Membiarkan asap adalah membiarkan kerusakan generasi yang akan datang.
Sementara itu Pemerintah mengerahkan segala upaya untuk menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Provinsi Riau, Selasa pagi (17/9). Presiden Joko Widodo bersama dengan segenap elemen terkait meninjau langsung sejumlah titik untuk memastikan penanganan maksimal berjalan sebagaimana mestinya.
“Segala usaha sudah dilakukan. Yang di darat (pemadaman) sudah semuanya, tambahan pasukan kemarin sudah saya perintahkan juga. Kemarin datang totalnya 5.600 (pasukan),” ujar Presiden di Pangkalan TNI AU Roesmin Nurjadin, Kota Pekanbaru.
Selain itu, pihaknya juga terus melakukan ‘water bombing’ di lokasi Karhutla. Setidaknya, sebanyak 52 pesawat dikerahkan untuk melakukan pemadaman tersebut.
Adapun sebelum bertolak menuju lokasi pertama yang akan ditinjau Presiden dan rombongan, Kepala Negara juga sempat meninjau kesiapan operasional pesawat penyemai yang hari ini akan membuat hujan buatan di sekitar lokasi kebakaran.
“Karena awannya ada kita berdoa semoga nanti juga jadi hujan, insyaallah di hari ini,” imbuhnya.
Meski upaya maksimal telah dilakukan untuk memadamkan api yang terlanjur membesar dan meluas, Kepala Negara kembali menegaskan bahwa langkah terbaik ialah dengan melakukan pencegahan agar titik api tidak semakin membesar.
“Segala upaya kita lakukan. Tetapi memang yang paling benar itu adalah pencegahan sebelum kejadian. Ini api satu (terdeteksi) langsung padamkan, satu padam. Itu yang benar,” tuturnya.
Kepala Negara sekaligus mengimbau seluruh pihak untuk tidak melakukan pembakaran lahan gambut maupun hutan yang dapat menyebabkan bencana kebakaran hutan dan lahan semakin meluas. Terkait hal itu, Presiden sudah menginstruksikan diambilnya tindakan tegas bagi para pelaku pembakaran baik dari kalangan korporasi maupun individu. (beni/pr)