fbpx
Example 728x250
Breaking NewsNasionalSosial dan Politik

Wibisono : Presiden Jokowi Terburu-buru Umumkan Pemindahan Ibukota, Wujud Komitmen Proyek Obor RI-China

1057
×

Wibisono : Presiden Jokowi Terburu-buru Umumkan Pemindahan Ibukota, Wujud Komitmen Proyek Obor RI-China

Sebarkan artikel ini

Jakarta, (PR)

Rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur terus menimbulkan polemik. Secara garis besar, kontroversi seputar rencana relokasi ibukota menyangkut dua persoalan pokok yakni biaya dan ketersediaan anggaran, serta dampak sosial-ekologis yang lebih luas, ujar Pengamat militer dan Infrastruktur Wibisono SH MH di Jakarta (28/8/2019).

Ia mempertanyakan bagaimana Pemerintah membiayai relokasi ibukota tersebut ? Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) memperkirakan rencana relokasi ibukota, yaitu meliputi proses perpindahan serta pembangunan infrastruktur pendukung dan pusat ekonomi di ibukota baru dengan estimasi biaya sebesar Rp. 486 trilyun.

“Seharusnya biaya bisa ditekan bila Pemerintah memutuskan untuk hanya mengalihkan beberapa bagian dari birokrasi ke ibukota baru, dan membiarkan sebagian lain tetap di Jakarta,” ujar Wibi.

Disebutkan bahwa kelayakan finansial rencana relokasi ibukota, harusnya biaya bisa ditekan lebih murah, dan tidak realistis mengharapkan partisipasi sektor swasta, sehingga menimbulkan kecurigaan publik akan keterlibatan asing seperti investor China dalam proyek Obor.

Disamping itu, relokasi ibukota mengundang perdebatan sengit soal dampak sosio-ekologis yaitu ibukota baru akan menghadirkan masalah sosial dan masalah lingkungan baru, sementara Jakarta masih akan bergulat dengan masalah lama.

“Terlebih, besar kemungkinan pola pembangunan ibukota baru mengikuti pola yang diterapkan dalam pembangunan perkotaan di Indonesia, yang kerap abai perihal ongkos sosial dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan berakhir dengan konflik sengketa tanah dan sejumlah masalah lain,” ulas Wibi.

Seperti kita ketahui, Bappenas menyebutkan rencana pembiayaan pemindahan ibu kota mengandalkan kerjasama Pemerintah dan Badan usaha (KPBU).

Dari kebutuhan biaya total Rp 486 triliun, skema KPBU ditargetkan bisa mendanai sebesar Rp265,2 triliun (54,6 persen), dari APBN Rp93,5 triliun (19,2 persen) dan sisanya swasta Rp127,3 triliun (26,2 persen).

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang PS Brodjonegoro mengatakan dari masing-masing sumber biaya tersebut akan digunakan untuk pendanaan yang berbeda-beda.

“Kalau KPBU itu bisa untuk berbagi macam infrastruktur yang ada,” ujar Bambang di Kantor Bappenas, Selasa pekan lalu (20/8/2019).

Sebaliknya, kata Bambang, swasta masuknya akan cenderung untuk proyek perumahan.

“Jadi menurut saya wajar kalau KPBU itu besar karena melalui KPBU itu swasta bisa masuk untuk berbagai infrastruktur dasar yang ada disitu,” tuturnya.

Beberapa contoh proyek yang bisa dilakukan melalui KPBU kata Bambang antara lain; jaringan gas, air bersih, dan pengelolaan air limbah.

Secara rinci, Bappenas menyatakan KPBU akan membangun antara lain; gedung eksekutif, legislatif, dan yudikatif; pembangunan infrastruktur utama selain APBN; sarana pendidikan dan kesehatan; museum dan lembaga permasyarakatan; sarana dan prasarana penunjang.

Sementara APBN akan membangun antara lain ; infrastruktur pelayanan dasar, pembangunan istana negara dan bangunan strategis TNI/Polri, Rumah Dinas ASN/TNI/POLRI, pengadaan lahan, ruang terbuka hijau, pangkalan militer.

Terakhir untuk swasta akan membangun antara lain ; perumahan umum, pembangunan perguruan tinggi, Science-technopark, peningkatan bandara, pelabuhan dan jalan tol, sarana kesehatan, shopping mall dan MICE.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan bahwa pihaknya masih mencari cara untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemindahan ibukota. Sri Mulyani mengaku masih mempelajari master plan atau rencana induk yang dikembangkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Bappenas.

Wibisono menambahkan, kecurigaan publik terhadap sektor swasta dan KPBU inilah semakin nyata kalau Pemerintah sudah sepakat dengan negara China dalam program satu paket proyek ‘Obor’ yang telah ditandangi MoU pada tanggal 27 April 2019 lalu di Beijing-China.

“Makanya presiden Jokowi terkesan terburu-buru dalam mengumumkan pemindahan ibukota sebelum pelantikannya di bulan Oktober, ‘ ini jelas keputusan politis,” pungkasnya. (beni/pr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *