fbpx
Example 728x250
BengkalisBreaking NewsRiauSeputar IndonesiaSosial dan Politik

Yhofizar, SH : Masyarakat Harus Bijak Intip Rekam Jejak Calon Bupati dan Wakil Bupati Bengkalis

1616
×

Yhofizar, SH : Masyarakat Harus Bijak Intip Rekam Jejak Calon Bupati dan Wakil Bupati Bengkalis

Sebarkan artikel ini

Bengkalis, (PR)

Helat Pilkada Kabupaten akan dimulai. Saatnya masyarakat memilih pada pilihan yang tepat untuk masa depan Kabupaten Bengkalis 5 tahun kedepan.

Harapan besar masyarakat Kabupaten Bengkalis tentu menginginkan perubahan dari sebelumnya, dimana Kabupaten Bengkalis,  2 kali Kepala Daerahnya tersangkut masalah hukum kasus korupsi dan mendekam dibui. Adanya dilema tentang penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD yang menggiurkan di daerah ini.

Tentu mungkin yang akan datang masyarakat tidak memilih yang salah, dan harus bijak mengenai rekam jejak serta latar belakang Calon Bupati dan Wakil Bupati Bengkalis kedepan untuk masa depan anak cucu.

“Adapun asal usul itu yaitu terutama putera daerah atau anak Watan, yang justru kita menginginkan putra asli daerah mempunyai rasa memiliki yang tinggi untuk pembaharuan pada daerah kelahirannya, membangun niat baik daerahnya agar berkembang pesat seperti daerah maju lainnya. Tentu harus calon yang mempunyai rekam jejak serta kualitas hubungan emosional membangun dari hati, serta emosional kedekatan positif dan kepercayaan kembali dipilih oleh masyarakat,” ujar Yhofizar SH, tokoh pemuda Riau asal Bengkalis.

Kabupaten Bengkalis Riau merupakan identik menjujung tinggi nilai budaya melayu yang sangat kental dengan kedaerahan, kemudian dengan identik Melayu terdiri dari berbagai suku bangsa seperti etnis Jawa, Melayu, Batak, Minang, Tionghoa, Sakai, dan lainnya.

Plus kalimat yang sudah lama juga viral di Kabupaten Bengkalis dengan istilah “Dah Betapak dio dah belumut dio” tentu masyarakat bijaksana dalam menilai Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bengkalis.

Ada hal yang menarik ketika akan berlangsungnya pemilihan Kepala daerah, yakni tentang ikhwal primordialisme putera daerah dan bukan putera daerah. Dimana kata putera daerah menjadi salah satu nilai jual yang selalu didengung-dengungkan oleh sebagian marketing politik pihak lawan yang dianggap rival terberat dengan tujuan agar masyarakat tidak memilihnya.

Isu putera daerah juga seringkali dipergunakan untuk menekan keinginan bakal calon yang berasal dari luar daerah tersebut untuk mencalonkan diri sebagai Kepala daerah di daerah tersebut. Permainan isu primodial dalam proses Pilkada bukan barang baru lagi. Walaupun terkesan strategi politik klasik, nyatanya mengangkat isu primodial masih menjadi topik yang laku dijual dalam perhelatan Pilkada di beberapa daerah. Isu kesukuan, putera daerah, isu agama, bergaris keturunan raja, ahli waris, selalu menjadi tema kampanye untuk meraup suara dari calon pemilih.

Isu seperti ini juga bisa muncul apabila terdapat sebuah Partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan atau mengusung Calon Kepala daerah yang bukan berasal dari wilayah bersangkutan. Di satu sisi, hal ini jelas tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan tentu saja merupakan hak partai politik yang bersangkutan untuk mengusung kandidat yang memiliki kapabilitas dan nilai jual tinggi.

Di sisi lain, sudah menjadi rahasia umum peran pemilik modal atau cukong begitu besar dalam setiap pesta demokrasi, termasuk pemilihan Kepala daerah. Dimana pemilik modal punya andil besar bagi Partai politik untuk mengusung kandidat. Sejogyanyalah, apapun aspirasi politik masyarakat adalah sebuah fakta sosial yang harus ditangkap secara cerdas oleh Partai politik.

Partai politik yang besar adalah partai yang aspiratif terhadap kehendak politik rakyat, bukan para cukong yang memiliki kepentingan terselubung di balik semua itu. Karena jika tidak, Partai akan kehilangan kepercayaan masyarakat, tentunya kita tidak menginginkan orang luar memimpin menguasai daerah kita, dan juga terulangnya masalah hukum membelit Bupati dan keluarga untuk kedepan serta sebaliknya.

Menurut Yhofi, syarat yang diajukan mesti mempunyai rumah orang tua serta nenek buyut di daerah pemilihannya. Mengetahui keluarga mereka bukan latar belakang keluarga dari PKI atau aliran sesat lainnya.

Penting juga tidak terlibat masalah hukum baik pun keluarganya maupun dari kekayaan hasil korupsi, beredukasi mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi atau kelompok.

“Sebelum kita salah langkah terlalu jauh agar masyarakat Kabupaten Bengkalis lebih bijaksana, baiknya jika kita mengetahui makna putera daerah atau rekam jejak calon Kepala daerah itu sendiri,” ungkapnya.

Ketentuan Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang persyaratan untuk mengikuti Pemilihan Kepala daerah adalah Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, yang menyebutkan bahwa Calon Kepala daerah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 10/2016.

Berdasarkan persyaratan diatas dapat dilihat bahwa di dalam ketentuan hukum diatas tidak ada syarat yang mengharuskan seorang calon Kepala daerah harus berasal dari daerah pemilihan tersebut atau merupakan putera asli daerah atau rekam jejak tersebut. (pr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *