PUTERARIAU.com | JAKARTA – Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengapresiasi keputusan pemerintah, khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada golongan sigaret kretek tangan (SKT) di 2021.
Hal ini dilakukan demi perlindungan ratusan ribu tenaga kerja yang terlibat di dalamnya yang melibatkan 2,6 juta orang dalam penyerapan produksi tembakau, serta keberlangsungan industri kretek tangan yang padat karya.
“Kami mengapresiasi keputusan pemerintah dengan tidak menaikkan tarif cukai golongan SKT demi melindungi ratusan ribu pekerja,” pungkas Ketua Departemen Media Center AMTI Hananto Wibisono, dalam keterangan resminya, Kamis (10/12/2020).
Meski demikian, AMTI menyayangkan kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi bagi rokok mesin, yang melampaui inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Hnanto menilai bahwa hal ini masih cukup memberikan pekerjaan rumah (PR) bagi para pemangku kepentingan industri hasil tembakau yang cukup terdampak akibat kenaikan tarif CHT 2020 yang cukup tinggi, serta pandemi Covid-19.
Sedangkan di sisi lain, AMTI mencatat hal positif, yaitu alokasi DBHCHT yang merupakan dana transfer dana pusat ke daerah yang disampaikan secara gamblang. Kesejahteraan para petani tembakau dan pekerja mendapat perhatian cukup besar, dan menerima porsi yang signifikan. Hal ini menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada lebih dari 3 juta petani dan tenaga kerja di IHT.
Dalam keterangan resminya, sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan penyesuaian tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang akan berlaku secara efektif mulai 1 Februari 2021.
Kenaikan cukai rokok meliputi industri Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan 1 akan dinaikkan sebesar 18,4%, SPM golongan 2A dinaikkan 16,5%, SPM golongan 2B dinaikkan 18,1%, Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan 1 dinaikkan 16,9%, SKM golongan 2A dinaikkan 13,8%, SKM golongan 2B dinaikkan 15,4%, sementara untuk industri Sigaret Kretek Tangan tarif cukainya tidak berubah atau kenaikannya 0%. [*]