fbpx
Example 728x250
BisnisBreaking NewsHedalineJakarta

Sembako Dikenakan PPN, Anwar : Pemerintah Itu Mensejahterakan Rakyat, Bukan Sebaliknya

554
×

Sembako Dikenakan PPN, Anwar : Pemerintah Itu Mensejahterakan Rakyat, Bukan Sebaliknya

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, (puterariau.com)

Pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. PPN juga akan dikenakan pada barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.

Kebijakan ini mendapat kritikan dari sejumlah pihak, seperti halnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menilai bahwa kebijakan pemerintah tersebut lebih banyak mudaratnya bagi masyarakat.

Wacana Kebijakan itu akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Pengenaan pajak itu diatur dalam Pasal 4A draf revisi UU Nomor 6. Dalam draf beleid tersebut, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. Dengan penghapusan itu berarti barang itu akan dikenakan PPN.

Jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tak dikenakan PPN itu sendiri sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017. Barang tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.

Dikutip dari Republik.co.id,Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas mengatakan pengenaan pajak terhadap transaksi jual beli sembako tentu akan membuat harga sembako semakin melambung, sehingga menyebabkan kondisi ekonomi masyarakat semakin sulit dimasa pandemi Covid-19.

“Jika sembako akan dikenakan PPN, maka dampaknya tentu berpengaruh pada harga sembako yang akan naik, sementara pendapatan masyarakat dimasa pandemi ini menurun. Masyarakat bisa sangat terpukul dan menjerit, karena tak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya,” ujarnya.

Lanjutnya, jika hal itu terjadi maka tingkat kesejahteraan masyarakat pun akan menurun yang akhirnya berdampak pada kesehatan masyarakat, termasuk anak-anak juga terancam kekurangan gizi dan stunting. Dan tentunya jelas akan sangat merugikan bangsa, tidak hanya untuk hari ini tapi juga untuk masa depan.

Untuk itu, Anwar meminta kepada pemerintah mempertimbangkan kembali rencana pengenaan PPN pada kebutuhan pokok.

“Pemerintah seharusnya melindungi dan mensejahterakan rakyat, seperti yang dikatakan dalam Pasal 33 UUD 1945 dimana negara dan atau pemerintah diminta dan dituntut untuk bissa menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran bagi rakyat. Dan dengan pengenaan PPN justru yang terjadi sebaliknya dan itu jelas tidak kita inginkan,” ucapnya.

Selain memperluas objek PPN, revisi UU KUP tersebut juga menambah objek jasa kena pajak baru yang sebelumnya dikecualikan atas pemungutan PPN. Beberapa di antaranya adalah jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, hingga jasa asuransi.

Ada pula jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat di air serta angkutan udara dalam negeri dan angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.

Dalam ayat (3) Pasal 4A, hanya ada tambahan penjelasan soal jasa kena pajak baru yang tidak dikenakan PPN yakni jasa keagamaan, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat parkir, serta jasa boga atau katering.

“Ketentuan mengenai jenis barang kena pajak tertentu, jasa kena pajak tertentu, barang kena pajak tidak berwujud tertentu, dan tarifnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah,” tulis ayat (3) Pasal 7A draf tersebut.[***]

Source : beritaterkini.id

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *