Pekanbaru, (puterariau.com) –+-Dalam tata niaga gula yang tidak memperbolehkan Industri Kecil Menengah (IKM) langsung membeli gula rafinasi langsung ke produsen, namun harus via distributor membuat IKM dalam kondisi terpuruk empot-empotan.
Konsekuensinya IKM yang seharusnya dilindungi dan diberdayakan malah mendapatkan harga tinggi untuk pembelian gula rafinasi dengan kualitas standar.
Ketua Umum DPN APEGTI pada saat pertemuan dengan Ketua DPP APEGTI Regional Sumatera menyarankan dan memberi petunjuk agar masing-masing DPP APEGTI seluruh Indonesia memiliki satu atau maksimalnya tiga distributor APEGTI yang memiliki izin impor gula dari Menteri Perdagangan. Sehingga kedepan nantinya APEGTI bisa menyelesaikan permasalahan tata niaga gula mulai dari hulu ke hilir yang selalu mengalami kekisruhan.
Dengan demikian, APEGTI bisa mempertimbangkan untuk membuat common market office untuk menjembatani kebutuhan IKM tersebut. Common market itu akan meladeni kebutuhan IKM yang diperkirakan hanya satu truk atau seberat 20 ton hingga 25 ton.
Hanya saja harus komitmen dengan para owner, dengan catatan APEGTI sanggup menyiapkan kebutuhan gula dengan harga bersaing. Salah satu cara untuk mendapatkan gula dengan harga bersaing dan berkualitas bagus adalah dengan cara distributor APEGTI harus ikut impor gula. Sebab biaya produksi gula impor lebih murah dibanding biaya produksi gula lokal plus tidak mencukupinya pasokan gula lokal untuk kebutuhan dalam negeri.
Untuk itu harus ada komitmen dari seluruh Pengurus DPP APEGTI di 34 Provinsi seluruh Indonesia meminta surat rekomendasi dari Gubernur masing-masing untuk mengajukan kuota kebutuhan gula di daerahnya masing-masing.
Bentuk common market itu berupa call center di APEGTI yang dilayani satu hingga dua orang. Seandainya IKM membutuhkan 25 ton, maka call center akan memberi informasi gula tersedia di perusahaan mana, dimana, dan kapan bisa diambil.
Ketua DPD APEGTI Inhil, Markoni Effendi SH melalui Kabid Distribusi dan Pemasaran Dalam Negeri, Beni Yussandra SE menyebutkan bahwa sejatinya Pemerintah sebagai regulator seharusnya tidak mengajari dunia usaha berbisnis. Akan tetapi harus menjaga mata rantai gula supaya dapat terjaga lebih efisien dan tidak terlalu panjang, khususnya mata rantai bisnis gula di Riau.
“Harus kembali dibicarakan dalam forum resmi APEGTI, sebab jika tidak ada satu keputusan bulat, tentunya semua pihak akan mentafsirkan sendiri-sendiri,” ungkapnya. (fadil/pr/rls)