fbpx
Example 728x250
Jakarta

Legislator PKS Desak Perpres Sanksi Menolak Vaksinasi Dicabut

542
×

Legislator PKS Desak Perpres Sanksi Menolak Vaksinasi Dicabut

Sebarkan artikel ini

JAKARTA | puterariau.com,

Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf meminta kepada pemerintah agar pemberian sanksi denda kepada masyarakat yang menolak vaksinasi dicabut. Sehingga pemerintah bisa lebih fokus pada strategi edukasi yang masif.

Menurutnya, langkah yang diambill pemerintah dalam manajemen krisis tidak boleh mengabaikan aspek humanisme. Ia juga mengatakan,, pada hakikatnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendukung setiap kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 sepanjang mengedepankan keselamatan dan kesehatan masyarakat.

“Terkait halnya sanksi denda bagi warga penolak vaksin, sangat disesalkan bahwa kami tidak melihat cara tersebut sebagai metode yang diilhami dari pikiran yang jernih,” ungkap Bukhori, Kamis (1/7/2021).

Bukhori bisa memahami niat baik pemerintah yakni dengan segera membentuk herd immunity melalui Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi gejolak sosial dan psikologis masyarakat, terutama kecemasan masyarakat yang masih ragu terhadap vaksin yang digalakkan pemerintah.

“Masyarakat sudah depresi karena pandemi. Bansos saja dikorupsi, kembali dibebankan oleh sanksi denda hanya karena menolak vaksinasi?Sementara, vaksin itu bersifat pilihan karena itu hak,” ujarnya.

Secara garis besar ada beberapa ulasan utama dari warga yang masih diliputi rasa bimbang. Diantaranya adanya pertanyaan simpang siur perihal kehalalan vaksin, dan soal efek samping serius yang ditimbulkan setelah vaksin.

“Karena ini menyangkut nyawa, di beberapa negara telah melaporkan kasus pembekuan darah pasca vaksinasi dan berakibat fatal pada kematian. Selain itu sejauh mana keamanan vaksin dan kepastian pertanggungjawaban pemerintah jika terjadi hal yang tidak diharapkan,” papar legislator asal dapil Jawa Tengah ini.

Pendapatnya itu senada dengan hasil survei yang dilakukan oleh University of Maryland dan Facebook yang kemudian dirilis oleh Kementerian Kesehatan pada 12 Mei 2021. Hasil survei tersebut menyebutkan sejumlah alasan masyarakat yang ragu divaksin mulai dari urutan dengan persentase tertinggi. Di antaranya 49% karena alasan khawatir efek samping. Kemudian sebanyak 35% dengan alasan menunggu dan melihat situasi aman, sementara sekitar 7% dengan alasan bertentangan dengan kepercayaan atau agama.

Di sisi lain, Bukhori juga menyoroti persoalan terkait manajemen penyelenggaraan vaksinasi massal di sejumlah tempat yang lemah secara tata kelola. Dimana beberapa penyelenggara terbukti gagal mengantisipasi kerumunan yang ditimbulkan akibat antrian yang membludak. Alhasil, usaha vaksinasi menjadi kontradiktif dengan tujuan utamanya.

“Alasannya, pengondisian massa lebih mudah dilakukan. Kedua, sasaran lebih mudah teridentifikasi, khususnya bagi mereka yang masih ragu, bisa segera diedukasi oleh pengurus RT/RW setempat,” terangnya.

Ketua DPP PKS ini juga mengingatkan, upaya vaksinasi akan sia-sia apabila tidak dibarengi dengan upaya menekan mobilitas warga. Pemerintah mestinya tidak serba tanggung dalam meramu kebijakan untuk merespons kondisi aktual terkait pandemi.

Sebab, lanjut Bukhori, kebijakan yang serba tanggung hanya akan menjadi bom waktu yang akan menguras biaya sosial-ekonomi lebih tinggi di kemudian hari.

“Desakan kepala daerah maupun para ahli untuk segera menerapkan karantina wilayah selama beberapa waktu ke depan demi membatasi mobilitas warga secara ketat harus dicermati dengan serius oleh Presiden Jokowi. Unsur ini menjadi penting mengingat vaksinasi bukan satu-satunya kunci menanggulangi pandemi,” pungkasnya.[***]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *