fbpx
Example 728x250
Life StyleOpini

Mengenal Gen Z, Generasi yang Dianggap Manja dan Strategi Pembentukan Generasi Z yang Unggul

402
×

Mengenal Gen Z, Generasi yang Dianggap Manja dan Strategi Pembentukan Generasi Z yang Unggul

Sebarkan artikel ini
Daniel Sianipar dan Zhec Afrianto Sinaga, Mahasiswa STIE Dharma Putra Pekanbaru

Tahun silih berganti, maka generasi baru pun lahir ke dunia. Ada yang bilang, kalau generasi zaman sekarang itu manja, maunya serba instan, dan healing melulu. Apa benar demikian? Pasti kamu yang baca ini pernah deh dibanding-bandingkan dengan generasi sebelumnya, terlebih orangtua kita sendiri.
“Ah, gitu aja ngeluh. Waktu Mama seumuran kamu nggak ada tuh overthinking,”
“Waktu Papa sekolah, bebannya lebih berat. Nggak ada ojek online, harus lewatin sawah, mendaki gunung, menerjang badai,”
Waduh. Si Papa temennya Dora The Explorer apa gimana sampai naik gunung segala?
Oke, oke, kembali ke pembahasan soal Gen Z.

Definisi dan Karakteristik Generasi Z
1. Definisi Generasi Z
Generasi Z juga dapat disebut dengan Gen Z, iGen, Gen Zers, ataupun generasi pasca millenial. Generasi dapat didefinisikan sebagai sekelompok individu yang mengalami peristiwa sosial dan sejarah penting di sekitar waktu yang sama dalam hidup mereka dan menunjukkan beberapa karakteristik dan perilaku yang sama (Mannheim, dalam Lyons & Kuron, 2014). Generasi dalam pengertian sosio-kognitif atau sosiologis merupakan kumpulan individu yang lahir pada periode waktu yang sama, di mana mereka telah berbagi peristiwa unik yang diciptakan oleh situasi yang sama dalam (mengacu pada kelompok generasi), salah satu contohnya adalah Generasi Z.
Barhate dan Dirani (2022) mendefinisikan Generasi Z sebagai generasi yang lahir pada tahun 1995-2012. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Gabrielova dan Buchko (2021), bahwa generasi Z lahir pada rentang tahun 1995-2012. Dalam buku The New Generation Z in Asia: Dynamics, Differences, Digitalisation, disebutkan bahwa generasi Z merupakan generasi yang lahir pada pertengahan 1990an sampai dengan akhir tahu 2000an (Gentina, 2020). Sementara itu Atika dkk. (2020) mendefinisikan generasi Z sebagai generasi kelahiran tahun 1996-2010. Kemudian McCrindle (2014) menyatakan bahwa generasi Z adalah generasi yang lahir pada tahun 1995-2009. Terdapat satu lagi pendapat yang berbeda mengenai rentang kelahiran Generasi Z, yaitu dari tahun 1995-2010 (Francis & Hoefel, 2018). Walaupun banyak pendapat dan banyak versi, rentang kelahiran Generasi Z dapat diperkiraan antara pertengahan 1990an sampai dengan tahun 2012. Terlepas dari perbedaan rentang tahun kelahiran Generasi Z, seluruh tokoh-tokoh tersebut memiliki kesamaan pendapat bahwa generasi Z merupakan generasi internet atau generasi yang menggunakan gadget (gawai) dalam kehidupannya sehari-hari. Generasi Z lahir dan tumbuh dalam dunia digital dan teknologi. Generasi Z tersebut lahir di zaman dimana teknologi sudah mulai berkembang pesat, sehingga membuat generasi ini akrab dengan beragam media sosial yang ada.

2. Karakteristik Generasi Z
Generasi Z memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Generasi Z di suatu negara pun juga dapat memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara lain. Kyrousi dkk (2022) menyebutkan beberapa ciri khas yang ada pada generasi Z, yaitu:
(a) Sangat paham teknologi tetapi dan memiliki tujuan yang tinggi; (b) Mayoritas sudah masuk dunia kerja atau masih berada di jenjang perguruan tinggi; (c) Lebih berani mengambil resiko daripada generasi millenial; (d) Kurang mandiri dan lebih membutuhkan dukungan; (e) Memiliki keinginan terhubung secara sosial dengan menghabiskan sebagian besar hidup mereka untuk berkomunikasi secara digital; (f) Kurang dalam keterampilan sosial seperti mendengarkan dan berpartisipasi dengan dalam percakapan dan menangani konflik dan pemecahan masalah; (g) Lebih suka bekerja sendiri, berbeda dengan generasi millenial.
Gentina (2020) dalam buku The New Generation Z in Asia: Dynamics, Differences, Digitalisation juga menyebutkan beberapa karakteristik khas dari generasi Z. Pertama, generasi Z merupakan digital natives, artinya produk asli digital yang menguasai teknologi dan tidak perlu membiasakan diri dengan teknologi. Mereka mengusulkan cara berpikir baru tentang bagaimana teknologi dapat digunakan secara efektif. Kedua, merupakan generasi dengan multiple identity. Artinya, Generasi Z menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk online, namun juga memperluas kegiatan sosialnya secara offline. Ketiga, merupakan worried generation karena banyak mendapatkan paparan ujaran kebencian di media sosial. Keempat, merupakan generasi yang kreatif, melihat ke masa depan, serta memiliki kemampuan kolaborasi dan sharing terutama melalui media sosial.
Karakteristik Generasi Z di Indonesia tidaklah jauh berbeda dengan karakteristik generasi Z secara umum. Pertama, sumber informasi utama Generasi Z di Indonesia adalah TV (menjadi paling populer), internet, dan radio. Generasi Z di Indonesia tidak banyak membaca media cetak seperti tabloid dan surat kabar. Platform media sosial yang paling banyak digunakan adalah Facebook, Youtube, Instagram, dan Line (Kantar Sea Insights, 2017; Tirto Media Research, 2017). Kedua, dalam menggunakan media sosial, Generasi Z di Indonesia tidak benar-benar berinteraksi

dengan seluruh dunia karena adanya kendala bahasa. Ketiga, terdapat beberapa sumber kebahagiaan Generasi Z atau generasi muda di Indonesia, yang utama yaitu keluarga (Primasari & Yuniarti, 2012). Keempat, Generasi Z di Indonesia berpotensi mengalami loss history terhadap kebudayaan dan nilai-nilai bangsa (Permana, 2021). Perkembangan karier Generasi Z di Indonesia memiliki beberapa karakteristik. Hasil penelitian Wardono dan Hanifah (2020) menunjukkan bahwa Generasi Z yang sedang mencari kerja memiliki beberapa dimensi yang khas yaitu dimensi altruistik, status, dan sosial. Mereka juga menginginkan tempat kerja yang dimana mereka ingin memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerjanya serta dapat saling membantu. Dwidienawati dan Gandasari (2018) dalam penelitiannya menemukan bahwa Generasi Z di Indonesia masih lebih mengedepankan face to face (tatap muka) sebagai bentuk komunikasi yang penting untuk dilakukan. Selain itu terdapat faktor-faktor yang dapat membangun minat Generasi Z di Indonesia dalam bekerja yaitu faktor dukungan perusahaan, lingkungan kerja, fleksibilitas kerja, kompensasi finansial langsung, serta kompensasi finansial tidak langsung (Nurqamar dkk., 2022).

3. Perbedaan Generasi Z dengan Generasi Lainnya
Tabel 1 menyajikan perbedaan Generasi Z dengan generasi Baby Boomers, Gen X, serta Gen Y menurut Francis dan Hoefel (2018).
Table 1. Perbedaan Generasi Baby Boomer, Gen X, Gen Y, dan Gen Z

Aspek Baby Boomers 1940-1959 Gen X 1960-1979 Gen Y 1980-1994 Gen Z 1995-2010
 

 

Konteks Peristiwa

·     Pasca perang

·     Kediktatoran dan represi di Brasil

·    Transisi politik

·    Kapitalisme dan meritokrasi mendominasi

·    Globalisasi

·    Stabilitas ekonomi

·    Munculnya internet

·    Mobilitas

·    Jaringan sosial/media sosial

·    Digital natives

 

 

 

Perilaku

·     Idealisme

·     Revolusioner

·     Kolektivisme

·     Materialistis

·     Kompetitif

·     Individualis

·    Globalis

·    Berorientasi pada diri sendiri

·    Undifined ID

·    Suka

berkomunikasi

·    Senang bercakap/ berdialog

·    Realistis

 

 

Konsumsi

·     Ideologi

·     Vinyl dan film

•  Status • Merek dan mobil • Barang mewah ·    Pengalaman

·    Festival dan perjalanan

·    Produk unggulan

·    Unik

·    Tidak terbatas (unlimited)

·    Etis

Kekurangan Generasi Z
Tak ada yang sempurna, termasuk Gen Z. Generasi ini bukanlah yang terbaik dari generasi yang ada. Karena, generasi Z memiliki beberapa kekurangan yang menjadi penyebab Gen Z dibenci oleh generasi sebelumnya.

1. FOMO
Kekurangan Gen Z yang pertama adalah FOMO atau Fear of Missing Out. Agar lebih paham, kamu bisa membaca artikelku sebelumnya yang membahas soal FOMOGenerasi Z dikenal sebagai generasi yang bergantung kepada teknologi, khususnya internet dan media sosial. Setiap harinya, Gen Z disuguhkan oleh berbagai informasi, termasuk apa yang sedang tren hari ini. Mereka bisa merasa kuper, takut dicap nggak gaul, dan cemas jika belum mencoba tren yang ada di internet.

2. Kecemasan dan Tingkat Stres yang Tinggi
Menurut penelitian yang dilakukan oleh American Psychological Association, stres yang dialami Gen Z disebabkan karena pandemi, ketidakpastian mengenai masa depan, berita buruk di internet, dan media sosial. Gen Z mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap kehidupan pribadi mereka, sehingga jika tidak berjalan sesuai keinginan akan memicuTak dipungkiri, media sosial telah menciptakan standar dalam berbagai aspek. Kapan waktu yang tepat untuk lulus, bekerja, menikah, dan mempunyai anak. Bagi yang belum mencapainya, hal ini menjadi faktor kecemasan atau anxiety.

3. Mudah Mengeluh dan Self Proclaimed
Meskipun punya kemampuan untuk mencari informasi dari berbagai sumber, kenyataannya Gen Z terlalu cepat menyerap dan mencocokan informasi dengan yang mereka rasakan. Seperti melabeli diri sebagai pengidap bipolar, membatasi pergaulan karena introvert, dan sebagainya. Generasi Z menjadikan hal ini sebagai hambatan untuk maju. Gen Z juga disebut sebagai generasi strawberry karena terkesan manja dan mudah tertekan.

Perkembangan Karier Generasi Z
Generasi Z adalah generasi yang berada pada tahun kelahiran 1996- 2010 (Atika dkk., 2020). Berdasarkan rentang kelahiran tersebut, maka individu yang merupakan bagian dari Generasi Z memiliki usia 12-26 tahun. Pada usia tersebut berarti terdapat beberapa generasi Z yang sedang menempuh pendidikan dan juga yang baru memulai atau telah bekerja. Terdapat tahapan perkembangan karier Generasi Z yang disesuaikan dengan usia yang dimiliki. Tahapan karier tersebut dijelaskan dalam Super dan Jordaan (1973), yaitu:
1) Tahap pertumbuhan
Pada tahap ini, generasi Z berada pada fase interest dan kapasitas. Fase interest terjadi pada rentang usia 11-12 tahun dan ditandai dengan individu yang mulai bisa menentukan aspirasi dan aktivitas yang dilakukan berdasarkan kesukaan atau hal-hal yang disukai. Selanjutnya, fase kapasitas pada rentang usia 13-14 tahun ditandai dengan individu yang mulai menganggap kemampuan menjadi hal yang perlu diperhatikan dan memiliki bobot yang lebih. Selain itu, persyaratan kerja serta pelatihan terkait juga mulai dipertimbangkan.
2) Tahap Eksplorasi
Tahap eksplorasi mencakup individu yang memiliki usia 15-24 tahun. Tahap ini memiliki beberapa sub tahapan perkembangan, yaitu: tentatif (15-17 tahun), transisi (18-21 tahun) dan sub tahap uji coba (22-24 tahun). Pada tahap tentatif, kebutuhan, minat, kapasitas, nilai dan peluang menjadi hal yang dipertimbangkan oleh individu. Pada tahap transisi, Super (dalam Putri, 2012) menjelaskan bahwa pada tahap ini, individu mulai mengkhususkan pilihan pekerjaan. Kemudian, pada tahap uji coba, individu mulai menemukan pekerjaan pertama dan sudah mulai mengaplikasikannya.
3) Tahap Pemantapan/Pembentukan
Tahap ini meliputi individu yang berada pada usia 25-44 tahun. Setelah menemukan bidang yang sesuai, sebuah upaya dilakukan untuk membangun secara permanen bidang tersebut. Mungkin ada beberapa pemicu di awal tahap ini dengan pergeseran kosekwensi tetapi pembentukan atau pemantapan mungkin dicoba terutama pada bidang atau profesi yang dimiliki. Putri (2012) menjelaskan bahwa individu yang masuk ke dalam dunia kerja yang sesuai dengan dirinya maka individu akan bekerja keras untuk mempertahankan pekerjaannya. Tahap ini, dibagi menjadi 2 sub stages dan generasi Z masih masuk dalam fase Percobaan-komitmen dan stabilisasi (25-30 tahun).

Tantangan Perkembangan Karier Generasi Z
1. Media Sosial dan Kematangan Karier
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa Generasi Z merupakan generasi natives yang berarti generasi tersebut telah bersanding dengan teknologi digital semenjak kecil. Diantara negara-negara lain, Indonesia merupakan negara yang paling aktif dalam menggunakan media sosial (Pujiono, 2021). Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa media sosial membuat Generasi Z lebih banyak menghabiskan waktu didepan gadget. Adanya paparan media sosial bukan hanya memberikan dampak positif bagi individu dengan mahirnya menggunakan media, akan tetapi terdapat dampak negatif lainnya. Juwita dkk. (2015) menjelaskan bahwa terdapat beberapa dampak negatif media sosial yaitu individu akan menjadi komsumtif, individualis dan ingin mendapatkan segala sesuatu yang instan.
Adanya dampak tersebut kemudian membuat fasilitas media dan gadget tidak sepenuhnya bisa dimanfaatkan dengan baik khususnya dalam lingkup pendidikan. Generasi Z lebih memilih menggunakan media untuk kesenangan pribadi dari pada digunakan untuk melakukan pembelajaran, padahal proses pembelajaran merupakan hal yang penting yang bisa mempengaruhi dalam perkembangan karier. Lukum (2019) menjelaskan lebih lanjut dampak negatif media sosial dalam dunia pendidikan, seperti Generasi Z merasa tidak perlu belajar karena banyaknya informasi yang tersedia setiap saat, lebih tanggap dengan teknologi daripada dengan guru, dan menjadi kurang tertarik dengan pendidikan formal. Beberapa dampak yang telah dipaparkan tersebut bisa jadi membuat Generasi Z tidak memiliki semangat untuk belajar. Hal tersebut dikuatkan oleh Hanafi (2016), yang menyebutkan bahwa media sosial bisa mempengaruhi motivasi belajar yang dimiliki individu, sehingga membatasi penggunaan media sangat diperlukan.
Motivasi atau semangat belajar merupakan hal yang penting dalam kematangan karier individu yang sedang menempuh pendidikan. Apabila motivasi yang dimiliki rendah, maka kematangan karier yang dimiliki juga akan menjadi rendah, begitupula sebaliknya apabila motivasi yang dimiliki tinggi maka kematangan karierpun akan semakin tinggi (Della dkk., 2018). Kematangan karier merupakan hal yang penting untuk dimiliki karena individu yang telah matang secara karier akan mulai bisa memikirkan dan merencakan karier yang ingin dilakukan atau ditekuni (Jatmika & Linda, 2015).

2. Perencanaan Karier dan Peran Orang Tua
Karakteristik melek teknologi, toleran dan ekspresif Generasi Z yang telah dijelaskan sebelumnya membuat Generasi Z mudah untuk menentukan karier yang diinginkan dengan mencari referensi dari media
sosial. Akan tetapi, dalam realitanya khususnya di Indonesia, Generasi Z yang sedang menempuh pendidikan atau yang telah selesai menempuh pendidikan tetap melibatkan orang tua dalam perencanaan maupun pemilihan karier meskipun secara teori seharusnya bisa melakukan tanpa melibatkan orang tua (Aisyi dkk., 2016). Hal tersebut juga dikuatkan dalam Hinduan dkk. (2020) yang menyebutkan sebanyak 74% Generasi Z di Indonesia merasa orang tua sangat memberikan pengaruh dan biasanya menjadi pengambil keputusan dalam memilih pendidikan dan karier anaknya.
Adanya pengaruh orang tua di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh budaya kolektivis. Rose dkk. (dalam Gentina, 2020) menjelaskan bahwa orang tua di Asia yang merupakan bagian budaya kolektivis sangat menghargai kepatuhan aturan, otoritas orang dewasa, dan menghargai ketergantungan. Misalnya, nilai kolektivis di Cina yang menerapkan gagasan berbakti yaitu dengan mendikte anak untuk mematuji orang tua tanpa pertanyaan. Pada dasarnya, ikut terlibat dalam perencanaan dan pemilihan karier anak tidak selalu menjadi hal negatif akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah apabila anak tidak mau atau memiliki referensi karier lainnya atau bahkan orang tua yang terlalu berekspektasi yang terlalu tinggi hingga membuat anak tertekan.
Pada realitanya, beberapa orang tua masih menerapkan pengasuhan secara otoriter (Humaini & Safitri, 2021), sehingga mengharuskan anak tunduk dan mengikuti apa saja yang diinginkan orang tua termasuk dengan karier. Selain itu, helicopter parenting juga terlihat jelas dalam budaya di Asia dan membuat orang tua berekspektasi yang tinggi pada Generasi Z (Parry, 2020). Adanya ekspektasi tinggi termasuk terkait karier akan memunculkan dampak negatif pada anak. Hal tersebut dijelaskan dalam Sawitri dan Hadiyati (2020) yang menyebutkan dampak negatif dari helicopter parenting adalah permasalahan kesejahteraan individu, kegagalan penyesuaian diri, performa selama studi yang kurang baik dan ketrampilan sosial yang kurang.

3. Ekspektasi Karier
Generasi Z yang akan atau telah memasuki dunia kerja memiliki ekspektasi untuk memiliki jadwal kantor yang fleksibel (Rachmawati, 2019) dan memiliki keseimbangan dalam kehidupan dan pekerjaan (Barhate & Dirani, 2022). Bohdziewicz (2016) juga menjelaskan bahwa karyawan generasi baru atau generasi Z memiliki harapan bahwa organisasi akan memfasilitasi terkait keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Akan tetapi, meskipun keseimbangan menjadi harapan Generasi Z, pada realitanya belum banyak perusahaan yang mengerti dan
telah menerapkan konsep keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan (Sánchez-Hernández dkk., 2019).
Selain terkait dengan keseimbangan, Generasi Z di Indonesia juga menginginkan dan mengharapkan budaya organisasi yang sesuai. Generasi Z di Indonesia membutuhkan budaya kerja yang memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi dan meningkatkan pengetahuan mereka di bidang teknologi. Berdasarkan hasil survey, didapatkan 60% menginginkan pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk terlibat dalam pengembangan teknologi dan 41% percaya bahwa pekerjaan mereka harus dapat memberi mereka keterampilan dan pengalaman baru di tempat kerja (Hinduan dkk., 2020).
Generasi Z juga berekspektasi memiliki stabilitas terkait dengan pekerjaan. Misalnya dengan adanya dana pensiun (Maloni dkk., 2019) dan gaji yang tinggi meskipun harus berpindah kota maupun negara untuk mendapatkan pendapatan yang layak (Dwidienawati & Gandasari, 2018). Menurut survey, didapatkan hasil bahwa 70% individu di beberapa wilayah di Indonesia belum memiliki dana pensiun dan ada beberapa diantaranya yang merasa dana tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya (Kumparan, 2020). Hal tersebut berarti adanya dana pensiun juga belum menjamin adanya stabilitas kehidupan individu. Selain itu tidak semua jenis pekerjaan juga memiliki gaji yang tinggi dan beberapa diantaranya mendapatkan gaji dibawah UMR (Sulistyowati, 2012). Berdasarkan paparan tersebut berarti, Generasi Z harus siap menghadapi tantangan dalam pencarian pekerjaan atau karier yang sesuai dengan harapan gaji yang diinginkan.

4. Generasi Z dan Persaingan Global
Revolusi industri 4.0 dan 5.0 menitikberatkan pada proses otomatisasi dan digitalisasi semua aspek kehidupan individu (Hasibuan, 2022). Adanya revolusi industri ini bukan hanya memberikan dampak positif seperti munculnya peluang akan tetapi juga memberikan tantangan bagi individu. Adanya berbagai kemajuan teknologi maupun pengetahuan yang memicu revolusi industri juga memiliki implikasi pada semakin tingginya kompetensi yang harus dimiliki oleh individu terutama Generasi Z. Kompetensi yang memadai harus dimiliki oleh Generasi Z karena saat ini pekerja dari luar negeri lebih mudah masuk ke Indonesia sehingga persaingan karier bukan hanya dalam negara, akan tetapi juga antar negara. Semakin mudahnya masuk pekerja dari luar negeri ini terjadi semenjak tahun 2020 saat adanya pengesahan UU cipta kerja (Idris, 2020).
Kompetensi-kompetensi yang diperlukan dalam era industri 4.0 dan tantangan global, diantaranya: pemecahan masalah yang komplek, kecerdasan emosional, berpikir kritis, berkoordinasi dengan orang lain,
kreativitas, manajemen manusia, penilaian dan pengambilan keputusan, negoisasi, berorientasi service, dan fleksibilitas kognitif (Asriandi & Putri, 2020). Namun demikian ternyata ditemukan Generasi Z di salah satu wilayah Indonesia yaitu Makassar yang memiliki kompetensi- kompetensi pada kategori cukup, kurang dan sangat kurang, diantaranya terdapat pada komponen pemecahan masalah sebanyak 27%, kecerdasan emosional sebanyak 16%, berpikir kritis sebanyak 21%, koordinasi dengan orang lain sebanyak 18%, kreativitas sebanyak 31%, manajemen manusia sebanyak 36%, penilaian dan pengambilan keputusan sebanyak 34%, negoisasi sebanyak 31%, berorientasi service sebanyak 27%, dan fleksibilitas kognitif sebanyak 33% (Asriandi & Putri, 2020).

Strategi Pembentukan Generasi Z yang Unggul
Banyaknya masalah dan tantangan peryang dihadapi Generasi Z membuat perlu merencanakan beberapa strategi untuk menghadapi dan mengatasi tantangan tersebut. Beriku beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan perkembangan karier, yaitu:
1. Pendidikan Karakter untuk Generasi Z
Akrabnya Generasi Z dengan media sosial memiliki negatif. Generasi Z menjadi lebih banyak menghabiskan waktu menggunakan gadget, menjadi komsumtif, individualis, serta ingin mendapatkan segala sesuatu dengan instan (Juwita dkk., 2015). Dampak negatif tersebut dapat diatasi dengan menerapkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang diselenggarakan dengan menyeimbangkan antar ilmu pengetahuan dan teknologi dengan ilmu agama, sehingga Generasi Z dapat menggunakan media sosial dengan bijak dan bertindak sesuai potensi dan kesadarannya (Fitriyani, 2018). Pendidikan karakter dapat menjadi usaha untuk mewujudkan SDM unggul yang berkarakter sesuai dengan nilai-nilai budaya Indonesia.
2. Menyelenggarakan Bimbingan dan Pelatihan Perencanaan Karier Kematangan karier merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam mewujudkan Generasi Z untuk menjadi SDM yang unggul. Kematangan karier membuat individu lebih siap dalam menghadapi dunia kerja. Salah satu strategi yang dapet diterapkan untuk meningkatkan kematangan karier Generasi Z adalah dengan menyelenggarakan bimbingan dan pelatihan perencanaan karier. Pelatihan dapat dilakukan dengan menyediakan modul berbasis multimedia interaktif (Leksana, 2015). Pelatihan dan bimbingan perencanaan karier tersebut terbukti dapat meningkatkan kematangan karier (Ghassani dkk., 2020).
3. Mengupayakan Kongruensi Karir dengan Orang Tua dalam Pengambilan Keputusan Karier Generasi Z
Menjadi permasalahan apabila Generasi Z memiliki referensi dan ekspektasi karier yang berbeda dengan orang tuanya. Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan dan pencapaian karier Generasi Z. Hasil penelitian Candra dan Sawitri (2018) menyatakan bahwa kongruensi karier remaja dan orangtua berontribusi terhadap kematangan karier remaja. Kematangan karier ini membuat Generasi Z mampu membuat perencanaan karier, memiliki keyakinan dalam mengambil keputusan karier, serta berkomitmen terhadap pilihan kariernya. Salah satu cara yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keselarasan terkait karier antara orang tua dan Generasi Z adalah aplikasi literasi pengambilan keputusan karier berbasis internet (Literasi i- Karier) (Rahmani & Hastjarjo, 2022). Pentingnya kongruensi karier dalam mendukung keyakinan remaja dalam mencari pekerjaan juga digarisbawahi dalam penelitian Sawitri dan Creed (2021). Literasi i- Karier didesain untuk menginformasukan kepada orangtua terkait pengambilan keputusan karier remaja serta untuk meningkatkan kesadaran bahwa orang tua memiliki peran yang penting dalam mendukung perkembangan karier remaja. Aplikasi i-Karier ini telah terbukti dapat meningkatkan dukungan orangtua terkait pengambilan keputusan karier.
4. Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Indonesia
Kemendikbud telah melaksanakan beberapa program sebagai upaya pembangunan SDM menuju Indonesia maju (Kemendikbud, 2020b). Upaya-upaya tersebut antara lain melakukan pembelajaran dari rumah diiringi berbagai relaksasi untuk memastikan kondisi pelajar sehat secara fisik dan mental, menyediakan akses internet untuk pembelajaran, mengalokasikan dana untuk beasiswa, memberikan bantuan peralatan teknologi, dan menyelenggarakan berbagai program transformasi guru dan tenaga kependidikan. Pendidikan yang berkualitas akan memungkinkan kompetensi Generasi Z di Indonesia semakin baik sehingga mampu berkompetisi dalam persaingan global.
5. Mengidentifikasi Karakteristik Generasi Z dalam Bekerja
Kesesuaian karakteristik Generasi Z dengan lingkungan atau tempat kerja dapat membuat Generasi Z lebih nyaman dalam bekerja dan mencapai rencana kariernya. Generasi Z lebih menginginkan tempat kerja yang dimana mereka dapat memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerjanya serta dapat saling membantu (Wardono & Hanifah, 2020). Hal ini dapat menjadi pertimbangan perusahaan dalam merancang setting kantor atau tempat bekerja.

Penutup
Generasi Z memiliki potensi yang besar untuk menjadi SDM unggul untuk mewujudkan Indonesia maju. Karakteristik utama yang dimiliki yaitu telah bersandingnya Generasi Z dengan teknologi digital semenjak kecil dan hal tersebut merupakan keunggulan tersendiri dari Generasi Z. Tahun kelahiran Generasi Z yaitu antara pertengahan 1990an sampai dengan tahun 2012, menunjukkan bahwa sebagian Generasi Z sedang menempuh pendidikan dan sebagian lain telah bekerja. Terdapat beberapa tantangan perkembangan karier Generasi Z, diantaranya terkait dengan media sosial dan kematangan karier, perencanaan karier dan pengaruh orang tua, ekspekasi karier, dan persaingan global. Dengan adanya bebagai tantangan yang ada maka perlu adanya strategi yang tepat untuk menghadapi tantangan tersebut demi terciptanya SDM yang unggul. Strategi tersebut diantaranya dengan memberikan pendidikan karakter untuk Generasi Z, menyelenggarakan bimbingan dan pelatihan perencanaan karier, meningkatkan dukungan orang tua dalam pengambilan keputusan karir, meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, dan mengidektifikasi karakteristik Generasi Z dalam bekerja. Dengan adanya gambaran perkembangan karier Generasi Z serta tantangan dan strategi yang dipaparkan harapannya Generasi Z bisa menjadi generasi yang unggul untuk Indonesia yang lebih maju.

Referensi:
Generasi dari Tahun ke Tahun [Daring]. Tautan: https://www.mckinsey.com/industries/consumer-packaged-goods/our-insights/true-gen-generation-z-and-its-implications-for-companies

Gen Z Jadi Pengguna Internet Terbanyak di Indonesia [Daring]. Tautan: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/06/29/survei-pecandu-internet-terbanyak-dari-kalangan-gen-z

Mengenal Gen Z [Daring]. Tautan: https://news.stanford.edu/2022/01/03/know-gen-z/

Stres Pada Gen Z [Daring]. Tautan: https://www.apa.org/news/press/releases/stress/2018/stress-gen-z.pdf

 

Penulis : Daniel Sianipar dan Zhec Afrianto Sinaga, Mahasiswa STIE Dharma Putra Pekanbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *