Oleh : Irnie Wanda
Musik tradisi merupakan bagian integral dari identitas budaya suatu masyarakat. Di Sumatra Barat serta Kepulauan Mentawai, musik tidak hanya hadir sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana komunikasi sosial, ekspresi spiritual, dan pelestarian nilai-nilai leluhur.
Meski kedua wilayah ini berdekatan secara geografis, masing-masing memiliki ciri musikal yang sangat khas, mencerminkan latar belakang budaya, kosmologi, dan struktur sosial yang berbeda. Musik Minangkabau dan musik tradisional Mentawai menjadi cermin dari keragaman etnis dan kekayaan budaya yang ada di barat Nusantara.
Estetika dan Filosofi Alam Takambang Jadi Guru sehingga Musik Minangkabau dikenal kaya dengan nilai filosofi, di mana alam dijadikan sumber inspirasi utama—sebagaimana konsep “Alam Takambang Jadi Guru.” Musik dalam masyarakat Minang berperan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari upacara adat, pernikahan, pertunjukan seni, hingga ekspresi politik dan sosial.
Instrumen utama dalam musik Minang meliputi: Talempong: Gong kecil dari logam yang dimainkan berkelompok, biasanya untuk mengiringi tarian seperti Tari Piring atau Tari Pasambahan.
Saluang: Seruling bambu dengan bunyi khas melankolis, digunakan untuk menyampaikan kisah, puisi, atau sindiran sosial dalam bentuk dendang.
Gandang tabuah: Drum tradisional untuk mengatur ritme dan dinamika dll.
Ciri khas musik Minang adalah pola ritmis yang kompleks dan improvisasi vokal yang seringkali melibatkan pantun atau syair. Penyanyi dendang Minang memiliki peran penting sebagai pelestari tradisi lisan dan juru bicara masyarakat.
Musik Tradisi Mentawai: refleksi Kosmologi dan Kehidupan Komunal. Sementara itu, musik tradisional Mentawai berasal dari masyarakat yang hidup sangat dekat dengan alam dan masih menjunjung tinggi kehidupan spiritual animistik. Musik di Mentawai berfungsi dalam upacara ritual, pengobatan tradisional, serta memperkuat solidaritas sosial dalam komunitas.
Ciri khas musik Mentawai antara lain:
Vokal berkelompok : Nyanyian kolektif tanpa harmoni barat, dengan pola responsorial antara pemimpin dan kelompok, mencerminkan nilai kolektivisme. Alat musik sederhana: Seperti tifa kecil, bambu tiup, dan instrumen ritmis dari bahan alam (kulit kayu, tempurung).
Gerakan dan musik menyatu:
Dalam banyak ritual, musik tidak terpisah dari tarian dan gestur tubuh, yang semuanya memiliki makna spiritual.
Musik Mentawai memiliki dimensi spiritual yang kuat. Lagu-lagu digunakan untuk berkomunikasi dengan roh nenek moyang, menjaga keseimbangan alam, serta sebagai bagian dari prosesi penyembuhan dalam praktik kerei (dukun/tabib tradisional Mentawai).
Perbandingan dan Pertautan
Meskipun berbeda dalam bentuk dan filosofi, musik Minangkabau dan Mentawai memiliki kesamaan dalam peran sosial dan nilai spiritualnya. Keduanya berakar pada kearifan lokal, menggunakan musik sebagai media naratif, dan menjadikan pengalaman musikal sebagai bagian integral dari ritual dan kehidupan sehari-hari.
Namun demikian, Minangkabau yang mengalami proses Islamisasi lebih dalam sejak abad ke-16 telah mengembangkan musik dengan pengaruh budaya Melayu-Islam, sedangkan Mentawai yang relatif terisolasi mempertahankan struktur musikal yang lebih arkaik dan animistik. Ini membuat musik Mentawai menjadi sangat unik dan rawan punah jika tidak dilestarikan secara aktif.
Musik tradisi Sumatra Barat dan Mentawai bukan hanya bagian dari sejarah kebudayaan, tetapi juga warisan yang hidup dan terus berubah bersama dinamika masyarakatnya. Tantangan globalisasi, modernisasi, dan homogenisasi budaya menuntut perhatian lebih terhadap pelestarian dan pengembangan musik-musik lokal ini.
Dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis komunitas, kedua tradisi musikal ini dapat terus hidup, berkembang, dan menginspirasi generasi mendatang, baik di ranah lokal maupun dalam panggung seni dunia.***