Selat Panjang, (puterariau.com)
Kunjungan kerja Pansus IUJK ke Pemerintah Kota Cirebon dalam rangka membahas Ranperda tentang Izin Usaha Jasa Konstruksi, Selasa pekan ini (27/02/2018).
Selain dimaksudkan sebagai bahan perbandingan juga merupakan upaya Pansus untuk memperoleh input perbaikan materi muatan Ranperda yang sedang dibahas.
Rapat dimulai pukul 09.30 WIB dengan dua session. Session 1 pembukaan dan penyerahan cendera mata dari Pansus yang dipimpin oleh Pimpinan DPRD Muzamil dan Pemkot Cirebon yang diwakili oleh Drs. H Asep Dedi MSi (Sekretaris Daerah Kota Cirebon) sedangkan session ke II adalah session tanya jawab.
Session tanya jawab dipimpin oleh Ketua Pansus IUJK Edi Mashudi MSi. Dalam rapat yang berlangsung selama 2 jam tersebut membahas Tata Kelola Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Ardiansyah, M.Si selaku Wakil Ketua Pansus IUJK mengawali pertanyaan dengan fokus pada Perubahan dasar Hukum Jasa Konstruksi dari UU No 18 tahun 1999 menjadi UU No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Bagaimana kebijakan Pemerintah Kota Cirebon menyikapi hal tersebut, apakah Perda Cirebon No.13 Tahun 2002 tersebut direvisi ? Apa saja yang menjadi kendala pemkot cirebon dalam menyelenggarakan Izin Usaha Jasa Konstruksi ?
David (Kabid Bina Marga) sebagai perwakilan dari Dinas PUPR Kota Cirebon membenarkan adanya perubahan ketentuan mendasar terkait tentang Jasa Konstruksi yaitu munculnya UU No 2 Tahun 2017. Namun demikian, pada bagian ketentuan Penutup Pasal 104 menjelaskan bahwa Ketentuan perundang-undangan terkait peraturan pelaksanaan UU yang lama masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU terbaru.
“Kami Pemkot Cirebon masih menunggu ketentuan pelaksana dari UU terbaru, setidaknya ada 3 PP dan 14 Permen PU yang akan dikeluarkan untuk mengatur secara teknis mengenai penyelenggaraan jasa konstruksi ini,” katanya.
Selain itu terkait kendala selama ini yang paling krusial adalah pendataan jumlah Perusahaan, proses pembinaan, dan sanksi. Hal ini baru akan kami buat kerangka Peraturan Walikota nya.
Sejak 649 tahun dibentuknya Cirebon, setidaknya ada 1465 Perusahaan yang telah terdata dan yang aktif hanya 900-an perusahaan. Ini menjadi PR bagi pemkot untuk terus berupaya agar perusahaan dapat terdata dengan baik, bahkan ada wacana untuk membuat buku saku dan buku raport setiap perusahaan.
“Kendala lain adalah Perda IUJK kami belum dapat diterapkan dengan baik, jadi selama ini hanya menggunakan ketentuan Permen PU No 4/PRT/M/2011 serta Perwako yg bersifat teknis saja,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut Pimpinan DPRD Muzamil juga mempertanyakan seputar persyaratan Izin secara Umum setiap perusahaan dalam hal memperoleh TDP (Tanda Daftar Perusahaan) apakah perlu adanya rekomendasi dari KADIN ? Mengingat peran KADIN dalam hal ini sangat dibutuhkan dalam rangka pendataan setiap perusahaan. Bahkan di Meranti, KADIN berperan aktif dalam rangka proses pendataan.
Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dalam hal ini diwakili oleh Ibu Yoyoh menjelaskan bahwa ada lebih kurang 100 an izin dilimpahkan kepada Dinas Perizinan terkait perizinan secara umum.
Namun demikian proses dan mekanisme yang menjadi tupoksi hanyalah pengurusan secara faktual saja, selebihnya ada di Dinas PUPR misalnya seperti Rekomendasi dan alat ukur itu diluar tupoksi Dinas Perizinan. Berkaitan dengan Pendataan Perusahaan yang melibatkan KADIN kita dulu pernah melibatkan KADIN lalu kemudian kita hapuskan ketentuan tersebut karena beberapa masalah teknis kewenangan.
Saat ini kita masih tetap menggunakan keterlibatan KADIN dengan mencantumkan Surat Keterangan Anggota (KTA) sebagai persyaratan tambahan saja, bukan persyaratan wajib.
Marhisyam SKom, H. Zubiarsyah SH dan Basiran MM serta beberapa anggota Pansus Lain juga mempertanyakan beberapa hal seputar koordinasi antar Dinas dalam rangka penyelenggaraan IUJK dan pola pembinaan setiap perusahaan baik lokal maupun luar daerah agar semakin berkembang serta mempertanyakan pengelolaan dan kebijakan Perusahaan Asing/Tenaga Asing serta proses dan mekanisme pengerjaan proyek baik penunjukan langsung maupun lelang.
Menjawab hal tersebut David (Dinas PUPR) menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan proses pembinaan yang berkesinambungan namun belum berjalan maksimal, tapi beberapa upaya kebijakan telah dilakukan seperti rapat kordinasi bersama Dinas terkait bahkan dengan Asosiasi Perusahaan Jasa Konstruksi dan KADIN.
Bahkan secara berkala mereka membuat semacam evaluasi raport perusahaan sehingga kita tau perusahaan mana yang baik dan tidak.
“Terkait kebijakan untuk proyek-proyek PL bisa kita dorong kepada perusahaan lokal sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku,” ungkapnya.
Sementara untuk lelang, bersifat terbuka. Itu juga berlaku bagi perusahaan-perusahaan asing. Namun kendala selama ini adalah kurangnya sertifikasi perusahaan sehingga hal ini rawan dengan gugatan.
Selain hal tersebut diatas, Dinas Penanaman Modal juga menambahkan beberapa hal terkait pola perizinan di Cirebon bahwa DPMPTSP dalam menjalankan kewenangan perizinan berdasarkan ketentuan Perwako Nomor 11 tahun 2017 pelimpahan kewenangan perizinan.
Bahwa kewenangan tersebut antara lain misalnya IMB, Izin Rancang Bangun Reklame, Izin Tower dan lain-lain. Bahwa diantara kewenangan tersebut telah menggunakan pendekatan aplikasi berbasis online. Menyinggung perusahaan luar kami menggunakan persyaratan tambahan yaitu wajib memiliki NPWP lokal. Hal ini sebagai upaya peningkatan PAD daerah Cirebon.
Turut hadir Pemkot Cirebon yang diwakili oleh Drs. H Asep Dedi MSi (Sekretaris Daerah Kota Cirebon) David (Kabid Bina Marga) sebagai perwakilan dari Dinas PUPR Kota Cirebon, Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dalam hal ini diwakili oleh Ibu Yoyoh penanggung jawab Pansus Fauzi Hasan SE Koordinator Pansus Taufikurrahman, Koordinator Pansus Muzamil, Ketua Pansus Edi Mashudi, Wakil ketua Pansus Ardiansyah, anggota pansus Basiran, Zubiarsyah, nursyahrudin, Hafizoh, Azni Safri, Marhisam, Mikwan, Penanggung Jawab Administrasi Nuriman Khairi. (Agus/setwan)